JAKARTA (UNAS) – Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Nasional (FISIP UNAS) berkolaborasi dengan Universiti Malaysia Sabah (UMS) membahas mengenai transformasi sosial politik di Era DigitaL, dalam seminar Internasional. Hal ini merupakan bagian dari kerjasama FISIP UNAS dan UMS usai penandatanganan Memorandum of Action (MoA) pada Senin (25/2).
Kegiatan ini menghadirkan beberapa narasumber yang mempresentasikan mengenai penelitiannya. Diantaranya dosen FISIP UNAS, Prof. Dr. Paisal Halim, M.Hum sebagai keynote speaker, dosen Fakulti Kemanusiaan, Seni dan Warisan UMS, Dr. Marsitah Mohid. Radzi, dosen sosiologi UNAS Khairul Fuad, M.A., Profesor dari Universitas Northeastern, USA, Doreen Lee, Ph.D, dan Dr. Gergo Zsolt Racz dari Institute of Foreign Affairs and Trade, Embassy of Hungary in Jakarta.
Selain itu juga diisi presentasi oleh dosen Komunikasi UNAS, Dr. Nieke Monika K. MA, dosen Hubungan Internasional UNAS, Dr. Irma Indrayani M.Si, dan juga dosen dari UMS diantaranya Amrullah Maraining, Abdul Rahman Mad Ali, dan Siti Hadawiah Binti Tahir.
Dalam presentasinya, Paisal Halim mengatakan bahwa perkembangan transformasi sosial di era revolusi industry saat ini tidak bisa jauh dari keberadaan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi harus menguasai dan mengontrol teknologi sehingga dapat bermanfaat bagi masyarakat.
“Perguruan tinggi yang bisa beradaptasi di era revolusi industry inilah yang bisa bertahan dan respon terhadap perubahan. Banyak tuntutan dan tantangan yang akan dihadapi perguruan tinggi maka dari itu perlu untuk beradaptasi,” jelas Paisal dalam kegiatan seminar tersebut, Selasa (25/2).
Ia menuturkan, terdapat tujuh strategi yang perlu diterapkan perguruan tinggi agar tetap eksis di revolusi industry 4.0 diantaranya, perguruan tinggi perlu melakukan pembaharuan sistem pembelajaran, menerapkan sistem pembelajaran digital, adaptif dan responsive terhadap kehadiran revolusi industry, merenovasi infrastruktur menjadi lebih baik, membuka kerjasama dengan beberapa lembaga, dan bergabung dengan beberapa perusahaan.
”Sebagai lembaga pencetak sumber daya manusia, setiap perguruan tinggi harus mampu menghasilkan lulusan yang memiliki kepribadian tangguh, cerdas, kreatif agar mampu bersaing dengan bangsa lain dalam menghadapi revolusi industry 4.0 yang kini merambah diseluruh bidang kehidupan manusia. Hal ini juga yang harus dilakukan agar perguruan tinggi tersebut tidak tersisih dari gelombang arus revolusi industry,” lanjutnya.
Sementara itu, Marsitah mengatakan Era Digital melahirkan ekonomi baru, politik baru, dan masyarakat baru. Dalam hal ini tata pengelolaan perguruan tinggi akan berubah dan setiap perguruan tinggi memiliki tanggung jawab dalam hal ini. “Di Era digital ini disetiap aktivitas kehidupan manusia termasuk perguruan tinggi perlu menyesuaikan dengan perubahan yang ada. Dan kalau institusi kita gagal, maka kita akan ketinggalan jaman dan akan tertinggal dari perguruan tinggi yang lainnya. Oleh sebab itu, kita semua harus mampu beradaptasi dalam transformasi di era digital ini,” ungkapnya usai acara.
Sebelumnya, Marsitah mempresentasikan penelitiannya yang berjudul ‘Isu dan Konsep Perbatasan Malaysia-Indonesia Pulau Sebatik: Satu Analisis Teorikal’. Diikuti dengan beberapa materi lainnya di sesi satu seperti Doreen mempresentasikan mengenai kajian antropologi yang dikakitkan dengan digital yang berjudul ‘Dari Ojek ke Gojek: Mengukur Gangguan Digital di PermukaanTanah’, Gergo dengan penelitian yang berjudul ‘Hubungan Uni Eropa-ASEAN’, dan Khairul Fuad dengan materi ‘Islam Politik dan Demokratisasi di Indonesia dengan munculnya gerakan 212’.
Kegiatan ini dilanjutkan dengan pembahasan di sesi dua dengan beberapa materi seperti Amrullah mengenai ‘Dinamika Politik, Latar Belakang orang Bugis di Sabah’, Irma dengan materi ‘Pembangunan Poros Maritim Indonesia: Kerjasama dengan Negara ASEAN’, Abdul Rahman dengan materi ‘Transformasi Sosial Masyarakat Sepadan Borneo-Kalimantan’, dan Nieke mempresentasikan mengenai penggunaan gadget dan sosial media dalam di Era Digital.(*NIS)
Bagikan :