JAKARTA (UNAS) – Idiologi partiarki yang sejak dulu dianut oleh masyarakat telah membatasi kaum perempuan bergerak di ruang publik. Sadar akan dampak yang dialami oleh perempuan, Fakultas Biologi melalui Kantor Kerjasama Internasional (KKI) menyelenggarakan kuliah umum bersama University of Exeter, United Kingdom dengan mengusung tema “The Gendered Nature of Ecosystem Services” (Pelayanan Ekosistem Berbasis Gender) pada Jumat (22/19).
Kuliah umum yang di moderatori oleh Sri Suci Utami Atmoko Ph.D sebagai Direktur Pusat Riset Primata (PRP) UNAS ini mengundang salah satu peneliti dari University of Exeter, United Kingdom, Dr. Matt Fortnam dan Deputi Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat bidang PKM UNAS Dr. Ir. Nonon Saribanon, M.Si sebagai pembicara.
Jika berbicara tentang lingkungan dan menurunnya fungsi layanan aset alam, perempuan merupakan kelompok penerima dampak terbesar. Pada penyampainnya, Matt menjelaskan bahwa selain nilai-nilai berbeda yang ditempatkan pada layanan ekosistem oleh laki-laki dan perempuan, penelitiannya juga menunjukkan bagaimana mereka melekat pada peran budaya dan gender tradisional, serta dalam lembaga dan tata kelola sistem sumber daya alam.
“Sudah sejak lama peran budaya dan gender tradisional menganut ideologi patriarki, sampai sekarang juga tata kelola sumber daya alam masih banyak laki-laki,” jelasnya. Menurut Matt, laki-laki dan perempuan memiliki persepsi, nilai, dan manfaat dari jasa ekosistem secara berbeda, kebijakan dan intervensi yang mengubah jasa ekosistem menghasilkan trade-off gender (Pertukaran gender).
“Pertukaran gender ini harus diintegrasikan ke dalam penilaian dan pengelolaan ekosistem sehingga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) dapat lebih terwakili dalam penelitian, kebijakan, dan praktik layanan ekosistem,” sambungnya.
Meskipun Layanan Ekosistem dipromosikan secara luas untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, sangat sedikit penelitian yang benar-benar melihat bagaimana pengaruh pria dan wanita.
“Ini celah yang sangat penting, terutama ketika ada risiko bahwa investasi dalam konservasi dan pembangunan dapat merugikan perempuan,” ungkap Pria yang saat itu mengenakan setelan sepadan.
Tidak hanya itu dalam materinya, Dr. Ir. Nonon Saribanon, M.Si juga menceritakan bahwa pada tujuh belas tahun lalu ada perempuan berasal dari Timor Tengah yang dimasukan ke daftar pencaraian orang oleh polisi karena dianggap sebagai musuh yang menolak pertambangan. Perempuan itu bernama Aleta Baun, Pejuang Lingkungan Hidup dari NTT
“Tujuh belas tahun lalu, ada perempuan dari Timor Tengah yaitu Aleta Baun yang menolak adanya pertambangan di daerahnya dan sekarang Aleta lebih dikenal sebagai Pejuang Lingkungan Hidup dari NTT,” terang Nonon. Sementara itu pada kesempatan yang sama, Matt juga berharap University of Exester dan UNAS bisa bekerjasama dalam penelitian, memiliki proyek dan memahami kasus yang ada di sekitar United Kingdom dan Indonesia. “saya juga berharap, nanti kampus saya dan UNAS bisa bekerjasama dalam penelitian, memiliki beberapa proyek dan bisa memahami kasus di UK dan Indonesia,” tutup Matt. (*TIN)
Bagikan :