Jakarta (UNAS) – Program studi Doktor Ilmu Politik FISIP UNAS menggelar bedah buku karya Dr. Irma Indrayani, M.Si. yang sebagai Dosen di FISIP UNAS. Adapun judul buku yang dibedah yaitu “Pengaruh Asing Dalam Kebijakan Nasional Studi Kasus Pengembangan Industri Pesawat Terbang”.
Kegiatan yang dilaksanakan secara hybrid ini dibuka secara resmi oleh Ketua Program Studi Doktor Ilmu Politik FISIP UNAS Dr. T.B. Massa Djafar, M.Si. Dalam kesempatannya, Massa Djafar menyampaikan selamat dan apresiasi kepada penulis yang telah menyelesaikan penulisan bukunya.
Ia melanjutkan bahwa judul buku karya Dr. Irma merupakan judul yang menarik. Menurutnya, judul buku yang ditulis bukan sesuatu yang asing, mengingat adanya pengaruh negara luar dalam industri pesawat. Buku yang ditulis, kata Massa Djafar, juga merupakan bagian dari spirit perjalanan sejarah bangsa Indonesia sebagai bangsa yang berdaulat.
Massa Djafar juga mengatakan bahwa negara yang berdaulat tidak terlepas dari intervensi asing. Intervensi asing bisa masuk ke berbagai sektor salah satunya adalah industri pesawat. “Oleh karena itu, kita harus lebih membangun negara yang lebih berdaulat agar tidak diintervensi oleh asing dan hal ini bisa terjadi jika kita memiliki satu spirit nasionalisme,” ujar Massa Djafar dalam sambutannya pada pembukaan kegiatan bedah buku, Kamis, 25 Juli 2024 di Ruang Exhibition UNAS.
Pada sesi diskusi bedah buku, dipandu oleh Moderator Dr. Eddy Guridno selaku Dosen di Program studi Doktor Ilmu Politik FISIP UNAS. Buku karya Dr. Irma Indrayani, M.Si. ini diulas dan dibahas oleh Prof. Dr. Didin S Damanhuri dan Prof. Aleksius Jemadu, Ph.D. Kegiatan ini dihadiri oleh para pakar dan akademisi yaitu mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Periode 2014-2016/Guru Besar UNAS Prof. Dr. Yuddy Chrisnandi, S.H., S.E., M.E., Guru Besar UNAS yang juga sebagai Peneliti di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Prof. Dr. Syarif Hidayat, para Dosen di lingkungan UNAS serta mahasiswa.
Prof Didin S. Damanhuri sebagai pembedah pertama menyatakan bahwa Industri Pesawat Terbang di Indonesia merupakan Reverse Engineering (RE). Pilihan Prof. Habibie yang mempertimbangkan Indonesia sebagai negara kepulauan yang dalam prakteknya merupakan perakitan & pengembangan dari CASA Spanyol. PT DI berkembang dengan dukungan penuh dari Presiden Suharto (yang sangat kuat & memerintah selama 32 tahun).
RE yang merupakan pelopor yang spektakuler adalah yang dilakukan Jepang dengan pilihan industri manufaktur (Otomotif, Elektronik, Telekomunikasi dst) dengan ditopang oleh peran negara yang aktif tapi demokratis dan keberhasilan menguasai pasar ekspor. Namun juga ada Partai LDP sebagai partai pelopor yang sangat kuat serta adanya konstruksi Japan Incorporated (baik Industri maupun Politik). Kemudian menjadi raw model yang juga sukses besar dari Korea Selatan.
Dalam pengembangan industri substitusi impor di Indonesia (terutama berasal dari Jepang) tidak berhasil mengulang sukses Jepang maupun Korsel, selain sebagai Perakit. Sementara industri pesawat terbang sebagai Proyek RE-nya Habibie berhasil dalam produksi CN 235. Tapi karena yang over subsidised dan belum sempat jadi unggulan expor serta belum menciptakan backward & foreward linkage dengan sub-sub industri lainnya, keburu Presiden Suharto lengser karena krismon.
Sayangnya di Era Reformasi yang berparadigma sangat liberal, tidak mampu memanfaatkan warisan industri yang dikembangkan Prof. Habibie yang menurut Buku Dr.Irma Indrayani, karena terlalu banyak kepentingan elite politik. Menurut Prof Didin juga hampir semua elit itu kurang punya visi dan kebijakan industri.
Pembedah kedua, Prof Aleksius Jemadu menyatakan pembangunan teknologi tidak berlangsung dalam ruangan yang kosong, tetapi sangat ditentukan oleh struktur ekonomi politik global; networks, configurations, atau webs – pengaturan kompleks yang berfungsi sebagai landasan ekonomi politik internasional. Setiap struktur berisi sejumlah lembaga negara dan non-negara, organisasi, dan aktor lain yang menentukan aturan dan proses yang mengatur akses terhadap perdagangan, keuangan, pengetahuan dan keamanan.
Struktur ekonomi politik global menentukan the rules of the game. Setiap struktur menghasilkan kompetisi dan ketegangan karena ketergantungan teknologi biayanya mahal dan pertanda kelemahan dan kerentanan (vulnerability). The Global North tidak akan memberikan teknologinya kepada The Global South. Kemajuan teknologi harus dibangun dari dalam negeri. Berharap pada generosity negara maju hanyalah ilusi.
Lebih lanjut Prof Aleksius menyatakan buku ini telah menawarkan eksplanasi tentang hakekat pembangunan teknologi di negara berkembang dari perspektif ekonomi politik. Pengalaman industri pesawat terbang di Indonesia menunjukkan resiko kegagalan atau kemandekan terjadi bila teknologi disubordinasikan kepada kepentingan politik para elit pemimpin. Selain itu, pembangunan teknologi perlu dipahami dalam konteks struktur ekonomi politik global khususnya yang berkaitan dengan struktur produksi dan perdagangan serta struktur pengetahuan dan teknologi.
Dr. Irma Indrayani, M.Si. selaku penulis buku mengatakan bahwa buku yang ia tulis adalah hasil dari disertasi yang dielaborasi menjadi buku agar lebih mudah dibaca untuk khalayak luas. “Jadi pada dasarnya saya ingin memberi suatu wawasan bahwa dalam berbangsa dan bernegara, dalam membuat kebijakan, tidak lepas dari pengaruh dari luar dalam hal ini: asing. Sebagai suatu bangsa harus mampu melihat positioning kita agar nantinya dapat bernegosiasi atau berdiplomasi terhadap apa yang ingin kita capai dalam menghadapi tekanan-tekanan dari luar,” kata Irma saat ditemui usai kegiatan bedah buku.
Ia mengharapkan dengan lahirnya buku ini adanya kesadaran dan pemahaman mengenai politik global dan pengaruhnya terhadap politik nasional. “Dengan begitu kita bisa mengambil atau membuat kebijakan yang berpihak pada bangsa sendiri sehingga dapat memajukan negara kita,” ucapnya.
Buku yang ditulis oleh Dr. Irma Indrayani, M.Si. mengkaji mengenai studi ekonomi politik terkait dengan kebijakan pemerintah Indonesia terhadap industri pesawat terbang nasional periode pasca Orde Baru. Buku ini menganalisis kontestasi para aktor dalam negeri yang memiliki pengaruh dalam kebijakan pengembangan industri pesawat terbang nasional. Tujuan buku ini, utamanya, adalah untuk menunjukkan bahwa industri pesawat terbang merupakan industri strategis yang melibatkan rancang bangun sarana/prasarana, manufaktur, teknologi, finansial yang tinggi, serta menuntut adanya kerja sama antarnegara, baik secara bilateral maupun multilateral. Kemampuan suatu negara membangun industri pesawat terbang adalah indikator utama kemajuan ilmu pengetahuan dan kekuatan ekonomi negara tersebut.
Negara yang sudah sanggup memproduksi pesawat terbang bisa dipastikan sanggup memproduksi alat lain seperti mobil dan kapal laut. Namun, dalam konteks Indonesia, tidak adanya political will dari pemerintah dalam mengembangkan industri strategis ini, menjadikan industri pesawat terbang nasional menjadi terhenti atau tidak berkembang. (*DMS)
Bagikan :