Jakarta (UNAS) – Program Studi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional menyelenggarakan seminar bertajuk “Deliar Noer Memorial Lecture” pada Rabu (18/12) di Auditorium Cyber UNAS. Acara ini diadakan untuk mengenang tokoh sejarawan politik, Prof. Dr. Deliar Noer, M.A., dalam rangka peringatan Dies Natalis UNAS ke-75.
Deliar Noer, lahir di Medan pada 9 Februari 1926 dan wafat di Jakarta pada 18 Juni 2008, dikenal sebagai ilmuwan sekaligus praktisi politik yang banyak berkontribusi bagi perkembangan politik di Indonesia. Seminar ini menghadirkan berbagai narasumber yang membahas pemikiran Deliar Noer dan warisan intelektualnya, termasuk Menteri Kebudayaan Republik Indonesia, Dr. Fadli Zon, S.S., M.Sc., yang memberikan keynote speech.
Dalam pidatonya, Fadli Zon menyebutkan bahwa Deliar Noer adalah seorang intelektual organik yang tidak hanya berteori, tetapi juga terjun langsung ke ranah politik. “Bahwa Deliar Noer membangun peradaban politik di Indonesia. Di awal tahun 1990-an Deliar Noer dikenal sangat kritis, intelektual yang aktif dalam politik seperti kata Antonio Gramsci yaitu intelektual organic. Deliar Noer seorang politisi yang mendirikan partai politik bersama Mohammad Hatta alias Bung Hatta yakni Partai Demokrasi Islam Indonesia, namun tidak disetujui oleh pemerintah. Era reformasi, Deliar Noer mendirikan Partai Umat Islam dan ikut Pemilu 1999”, paparnya.
Ia menekankan bahwa Deliar Noer turut mendirikan Partai Demokrasi Islam Indonesia bersama Bung Hatta, meskipun tidak diakui oleh pemerintah saat itu. Pada masa reformasi, Deliar Noer mendirikan Partai Umat Islam dan turut berpartisipasi dalam Pemilu 1999. Fadli Zon juga menyebut pentingnya memahami warisan politik Deliar Noer yang banyak menulis buku klasik tentang politik dan demokrasi di Indonesia.
Pengaruh Gagasan Deliar Noer Dalam Berpolitik Masa Kini
Berbicara tentang Deliar Noer sejarawan politik Indonesia tersebut pertama kali meraih gelar Sarjana di Universitas Nasional, kemudian ia terus ke Universitas Cornell, Amerika Serikat untuk mengambil gelar master (1960) dan doktor (1963). Melalui disertasinya yang berjudul: Gerakan Islam Modernis di Indonesia 1900-1942, ia menjadi orang Indonesia pertama yang memperoleh gelar doktor filsafat dalam ilmu politik.
Seminar ini juga menghadirkan diskusi panel dengan sejumlah akademisi ternama. Salah satu narasumber, Prof. Dr. Syarif Hidayat dari Universitas Nasional, menyoroti stagnasi demokrasi di Indonesia dalam dua dekade terakhir yang ditandai dengan berkembangnya “shadow state” dan relasi bisnis-politik yang mempengaruhi arah kebijakan negara.
Syarif Hidayat berpendapat bahwa analisis demokrasi sekarang di Indonesia berada pada stagnasi demokrasi. “Buktinya stagnasi demokrasi Indonesia. Data indek demokrasi Indonesia dalam kurun waktu 20 tahun terakhir berada stagnasi. Mengapa stagnasi, Pertama adalah berkembangnya shadow state (pemerintah bayangan), dapat mengendalikan pemerintahan, dapat memanggil Bupati sampai Menteri”, ungkapnya.
Dr. Safrizal Rambe, S.I.P., M.Si., juga dari Universitas Nasional, menyoroti bagaimana Deliar Noer adalah seorang tokoh yang berhasil menjembatani antara teori politik dan praktik politik. Ia dikenal sebagai sosok yang mempraktekkan pemikiran politiknya di dunia nyata, termasuk ketika mendirikan partai politik bersama Bung Hatta.
Ada juga pembicara dari UIN Jakarta Prof. Dr. Saiful Mujani, MA berbicara tentang peran partai Islam di Indonesia, menyoroti pandangan Deliar Noer tentang Islam politik, serta kegagalan partai-partai Islam untuk menjadi mayoritas dalam politik praktis. “Dalam Islam politik, secara mayoritas hanya khayalan. Dalam prakteknya 1950-an, ternyata kekuatan mayoritas tidak tercermin dalam partai-partai pemenang pemilu 1955. Ada gep yang sangat besar,” ujarnya.
Seminar ini juga menghadirkan Dr. Yudi Latif dari Aliansi Kebangsaan, yang membahas hubungan antara Islam dan Pancasila serta peran Deliar Noer dalam membuka ruang publik bagi pemikiran ideologis Islam di Indonesia. Sementara itu, sejarawan dan pengamat sosial Fachry Ali, MA membandingkan Deliar Noer dengan pemikir Islam lainnya seperti Nurcholish Madjid menyoroti pendekatan intelektual mereka yang berbeda.
Pada diskusi panel ke dua, Anggota Bawaslu RI Paudi, S.Pd, MM yang turut hadir dalam seminar tersebut, menekankan pentingnya pemikiran demokrasi yang diusung oleh Deliar Noer yang menjunjung tinggi prinsip kedaulatan rakyat dan keadilan sosial. Ia menyatakan bahwa Bawaslu berkomitmen menjaga kedaulatan rakyat melalui pemilu yang adil, bebas, dan jujur, sesuai dengan prinsip demokrasi yang diusulkan oleh Deliar Noer. “Dalam demokrasi yang diusung oleh Deliar Noer kedaulatan rakyat adalah prinsip utama. Bawaslu telah memastikan kedaulatan rakyat tidak dirusak oleh praktik politik uang, manipulasi suara, atau kecurangan lainnya,” kata Paudi
Selain Puadi, kegiatan Seminar “Deliar Noer Memorial Lecture” pada diskusi panel kedua juga diisi oleh para pengamat politik Dr. TB. Massa Djaffar, M.Si (Universitas Nasional) August Mellaz, Dr. Muhammad Alfan Alfian Mahyudin, M.Si, (Universitas Nasional) dan Dr. Iding Rosyidin (UIN Jakarta) yang hadir dalam Zoom.
Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Penelitian, Pengabdian kepada Masyarakat, dan Kerjasama, Prof. Dr. Ernawati Sinaga, M.S., Apt. yang mengungkapkan apresiasinya atas pelaksanaan acara tersebut. “Ini adalah kesempatan yang sangat berharga untuk kembali mengkaji dan mempelajari pemikiran Prof. Deliar Noer sebagai seorang intelektual, politisi, dan aktivis. Membahas tokoh bangsa seperti beliau adalah langkah penting agar generasi muda dapat memahami nilai-nilai integritas, moral, dan budaya yang menjadi landasan kemajuan,” pungkasnya. (TIN)
Bagikan :