Prodi HI dan AIHII Gelar Seminar Nasional: “BRICS dan Indonesia: Peluang, Tantangan, dan Strategi Kolaborasi Global”
Jakarta (UNAS) – Program Studi Hubungan Internasional (HI) Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Nasional (UNAS) bekerja sama dengan Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) sukses menyelenggarakan Seminar Nasional bertema “BRICS dan Indonesia: Peluang, Tantangan, dan Strategi Kolaborasi Global” pada Selasa, 21 Januari 2025. Acara ini digelar secara hybrid di Ruang Seminar Blok A, Lantai 3 Universitas Nasional, serta melalui platform Zoom Meeting.
Ketua Umum AIHII, Dr. Agus Haryanto, S.IP., M.Si., membuka acara dengan menyampaikan apresiasi atas inisiatif seminar ini sebagai ruang diskusi strategis untuk membahas posisi dan peluang Indonesia sebagai anggota baru BRICS. Seminar ini menghadirkan narasumber terkemuka, yaitu:
- Prof. Aleksius Jemadu, Ph.D. (Dosen Universitas Pelita Harapan),
- Prof. Angel Damayanti, Ph.D. (Dekan FISIP Universitas Kristen Indonesia),
- Prof. Faris Al-Fadhat, Ph.D. (Wakil Rektor Universitas Muhammadiyah Yogyakarta).
Ketiga narasumber memberikan pandangan komprehensif mengenai dinamika BRICS dan dampaknya terhadap Indonesia. Diskusi ini dimoderatori oleh Dr. Irma Indrayani, M.Si., serta dihadiri oleh Wakil Dekan 1 FISIP UNAS Dr. Aos Yuli Firdaus, S.IP., dosen, mahasiswa HI dari berbagai universitas, dan pemangku kepentingan lainnya.
BRICS dan Indonesia: Peluang dan Tantangan
Dalam pemaparannya, Prof. Angel Damayanti menjelaskan bahwa BRICS, yang didirikan pada 2009 oleh Brasil, Rusia, India, dan China, adalah platform kerja sama global dengan tiga pilar utama: politik dan keamanan, ekonomi dan keuangan, serta sosial dan budaya. Dengan mencakup lebih dari 45% populasi dunia dan kontribusi terhadap 35% PDB global, BRICS menjadi aliansi strategis yang semakin relevan di tengah dinamika global.
Indonesia, yang resmi bergabung pada 2025, menghadapi tantangan dalam menavigasi hubungan dengan Amerika Serikat dan Uni Eropa serta persaingan internal di antara anggota BRICS. “Indonesia perlu menyusun strategi kerja sama yang efektif sambil mempertahankan prinsip non-blok dan diplomasi aktif,” ujar Prof. Angel.
Sementara itu, Prof. Faris Al-Fadhat menyoroti potensi BRICS sebagai aliansi geopolitik yang menantang dominasi Barat melalui agenda dedolarisasi global. “BRICS melihat Indonesia sebagai mitra strategis di Asia Tenggara. Dengan bergabung, Indonesia dapat memperkuat posisi globalnya, termasuk menghadapi dinamika geopolitik dan ekonomi dunia,” jelasnya.
Prof. Aleksius Jemadu menambahkan bahwa sebagai negara middle power, Indonesia memiliki posisi unik di BRICS untuk berperan sebagai bridge builder dalam kontestasi geopolitik global. “Indonesia memiliki potensi besar untuk memanfaatkan pasar BRICS yang mencakup 55% PDB dunia. Namun, keberhasilan ini bergantung pada kesiapan Indonesia meningkatkan daya saing dan penetrasi ke pasar negara-negara anggota,” ujarnya.
Membangun Kolaborasi Global yang Strategis
Seminar ini bertujuan untuk memberikan pemahaman komprehensif tentang implikasi bergabungnya Indonesia ke dalam BRICS, mencakup aspek ekonomi, politik, dan strategi global. Diskusi ini diharapkan dapat menjadi landasan bagi Indonesia dalam menyusun kebijakan yang adaptif dan kolaboratif di tengah perubahan lanskap global.
Bagikan :