Jakarta (UNAS) – Mahasiswa Fakultas Biologi melakukan kegiatan edukasi tentang Pengenalan Lahan Basah di Indonesia dan Pelestarian Keanekaragaman Hayati, di SMA Suluh, Sabtu (11/2). Kegiatan ini merupakan hasil kerjasama antara BScC Indonesia, Marine Conservation Club (MCC), Kelompok Studi Penyu Laut (KSPL) “Chelonia”, Pusat Kajian Lingkungan dan Konservasi Alam Fakultas Biologi Universitas Nasional, Sekolah Pascasarjana Prodi Magister Biologi Universitas Nasional, Biodiversity Warriors Yayasan KEHATI, dan Wetlands International.
Koordinator Edukasi sekaligus Ketua BScC Indonesia, Ahmad Baihaqi mengungkapkan lahan basah tidak saja menjadi faktor pendukung kehidupan secara langsung namun juga memiliki fungsi ekologi, produksi dan estetika. Secara ekologi, lanjutnya, lahan basah berfungsi sebagai penyedia dan penjaga siklus hidrologis, minimalisir erosi, penahan dan penawar pencemaran, pencegah intrusi air laut, pengendali banjir dan kekeringan serta berperan penting dalam pengendali iklim global.
‘’Dalam konteks produksi, lahan basah berfungsi sebagai penyedia hasil hutan, pendukung kegiatan pertanian, sumber protein hewani akuatik dan sumber pendapatan masyarakat. Lahan basah juga memiliki nilai estetika yang khas, karena selain kondisi alamnya yang eksotik, juga keberadaannya berasosiasi dengan perkembangan budaya masyarakat setempat yang terapresiasi dalam bentuk kearifan-kearifan lokal,’’ papar Ahmad.
Namun, lanjutnya, dari potret realita yang ada, derasnya aliran pembangunan di setiap sektor kehidupan yang kurang mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan telah menggerus keberadaan lahan basah. ‘’Kegiatan eksploitasi sumber daya hutan secara berlebihan, reklamasi dan konversi lahan yang tidak teratur serta penambangan emas di sungai-sungai. adalah merupakan sedikit dari sekian banyak praktek-praktek pengelolaan sumber daya lahan basah yang tidak bijak, sehingga ekosistem lahan basah kita terus-menerus mengalami kerusakan. Akibatnya, bencana banjir, abrasi pantai, pendangkalan berbagai sungai dan hilangnya keanekaragaman hayati di dalamnya. Ini menyebabkan kerugian sosial dan ekonomi yang besar bagi masyarakat,’’ papar Ahmad.
Ia menyebutkan beberapa upaya yang dapat dilakukan dalam rangka mewujudkan pengelolaan lahan basah secara bijaksana dalam bingkai pembangunan berkelanjutan, diantaranya adalah menetapkan status kawasan lahan basah dalam perencanaan tata ruang wilayah/daerah melalui diskusi yang melibatkan semua pemangku kepentingan, memperluas transformasi infomasi mengenai pengelolaan lahan basah secara bijaksana melalui kampanye lingkungan, merumuskan rencana aksi strategis pengelolaan lahan basah yang integratif atau terpadu serta menegakkan hukum secara konsisten dan konsekuen.
Pada kesempatan yang sama, selain mengedukasi tentang lahan basah, Delegasi Kelompok Studi Penyu Laut (KSPL) “Chelonia”, Nadya Putri Rahma turut menjelaskan salah satu upaya untuk melestarikan penyu. Yaitu adalah jangan membeli apapun yang berhubungan dengan penyu, seperti telur, daging dan karapas. “Jika kita membelinya, maka perburuan satwa penyu juga tinggi, hal ini dapat mengakibatkan ancaman kepunahan bagi penyu” ujar Nadya, mahasiswa semester 7 di Fakultas Biologi Universitas Nasional.
Selain itu, Hidayati Azizah, Ketua Marine Conservation Club Fakultas Biologi Universitas Nasional memaparkan tentang pentingnya keberadaan hutan mangrove di Indonesia. “Hutan Mangrove dapat berfungsi sebagai benteng tepi laut, selain itu juga sebagai salah satu habitat flora dan fauna” ujar zizi, sapaan akrab Hidayati Azizah.
Hari Lahan Basah (World Wetland Day) diperingati setiap tanggal 2 Februari. Hari ini untuk memperingati konvensi Internasional tentang lahan basah yang terjadi 43 tahun lalu, atau yang lebih dikenal dengan Konvensi Ramsar. Konvensi ini kemudian berkembang pada pemanfaatan ekosistem lahan basah secara bijaksana (wise use) melalui aksi nasional dan kerjasama internasional untuk mewujudkan pembangunan secara berkelanjutan (sustainable development) di seluruh dunia. Indonesia telah masuk menjadi anggota dan sekaligus meratifikasi Konvensi Ramsar pada tahun 1991 dengan diterbitkannya Keppres No. 48 tahun 1991. (*RLS/mth)
Bagikan :