JAKARTA – Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta yang telah berlangsung pada 15 Februari silam menyisakan berbagai macam persoalan dan pekerjaan rumah yang harus di benahi pada semua sektor terutama dalam hal penyelenggaraan dan praktek dilapangan. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengatakan bahwa Pilkada DKI Jakarta tak beretika. Menurut dia, sebagai ibukota seharusnya Jakarta sudah melek politik, sehingga para politisinya tidak perlu lagi membawa isu suku, agama, ras dan antargolongan (SARA) yang sudah terbukti tidak berpengaruh dalam meraup suara.Bahkan, ia menyebut Pilkada DKI adalah suatu bentuk kesuraman yang dilaksanakan warga Jakarta. Isu-isu SARA yang dilemparkan, lanjut dia, sudah merupakan bahaya laten semacam korupsi.
“Kalau pengaruh ya gak pilih, musuh gak pilih Ahok, oleh karena itu ini gak usah digoreng, fokus kita jadi habis di situ. Kalau kita lihat dari politik yang hendak dibangun dari nilai budaya di DKI mustinya gak seperti ini, ini cenderung mundur bukan maju,” ujar Siti di Jakarta Pusat, Jumat (17/3)
Untuk diketahui, Pemilihan Gubernur DKI Jakarta putaran kedua akan diikuti oleh dua pasang calon, yakni pasangan nomor urut dua adalah Basuki Tjahaja Purnama-Djarot Saiful Hidayat dan nomor urut tiga Anies Baswedan-Sandiaga Uno. KPU DKI Jakarta telah menyusun jadwal penyelenggaraan putaran kedua melalui Surat Keputusan KPU DKI Jakarta Nomor 49/Kpts/KPU-Prov-010/Tahun 2017 tentang Pedoman Pelaksanaan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Tahun 2017 putaran kedua, dengan rincian sebagai berikut:
Pada 7 Maret hingga 15 April 2017 kedua paslon melakukan kegiatan kampanye. Di sela-sela waktu itu, KPU DKI Jakarta juga akan menyelenggarakan debat putaran dua. Pada 9 hingga 15 April 2017, KPU DKI Jakarta juga akan memfasilitasi paslon untuk memasang iklan kampanye di media massa. Setelah itu, pada tanggal 16 hingga 18 April 2017 akan memasuki masa tenang dan pada 19 April 2017 akan dilaksanakan pemungutan dan penghitungan suara di TPS. KPU DKI Jakarta akan melakukan rekapitulasi berjenjang dari tingkat kecamatan hingga provinsi pada 20 April-1 Mei 2017.
Siti menyebutkan jika indeks demokrasi Indonesia tidak lagi di angka 6, namun di bawah 6. Hal tersebut menurut dia terdapat kesalahan dalam berdemokrasi yang mengakibatkan berkurangnya kualitas.
“ Politik Indonesia saat ini hanyalah politik asal menang yang membuat orang saling menabrak hukum dan saling mengakali,” tegasnya.
sumber : http://tirto.co.id