Jakarta (Unas) – Universitas Nasional (Unas) kembali melangsungkan sidang senat terbuka promosi doktor dalam bidang ilmu politik. Adapun promovendus dalam sidang kali ini yaitu Ir. Hj. Amida Hanna, M.Sos.
Ia merupakan Doktor (S3) ke-26 dalam bidang ilmu politik yang dilahirkan oleh Unas. Amida berhasil meraih gelar doktornya setelah mempertahankan disertasinya berjudul “Persepsi Masyarakat Mengenai Perkembangan Demokrasi Semasa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo di Indonesia”.
Dalam disertasinya, Amida menjelaskan bahwa penelitian yang Ia lakukan berangkat dari permasalahan pro dan kontra perkembangan demokrasi Indonesia pasca reformasi. Sebagian pihak melihat Indonesia semakin demokratis, dimana sebagian lainnya melihat adanya kemunduran demokrasi dari berbagai sisi. Ditambah dengan adanya stigma kepemimpinan Presiden yang berlatar belakang militer yang cenderung dianggap lebih otoriter, sementara Presiden dari kalangan sipil dianggap lebih menunjukan karakteristik yang demokratis.
Dalam praktik Demokrasi di era Presiden SBY, Amida menunjukkan kelebihan dan kekurangan pelaksanaan praktik demokrasi pada pemerintahan saat itu terkait aspek kompetisi yang meliputi aktivitas yang berkaitan dengan penegakan fungsi demokrasi, aspek kebebasan sipil dan politis serta partisipasi politik pada era itu.
“Pada era SBY dirasa memberikan kebebasan bagi lembaga penyiaran dalam memberitakan pemerintah. Kedua, pada era ini LSM/NGO dan LBH bebas mengkritisi pemerintah. Ketiga, pada era periode pertama SBY dirasa tidak terjadi kriminalisasi terhadap organisasi kemahasiswaan,” ujar Amida, Kamis, (10/11) di Ruang Seminar Lt. 3 Menara Unas, Ragunan.
Disamping kelebihan tersebut, pemerintahan SBY juga terdapat kekurangan dalam praktik demokrasi. Diantaranya tidak semua partai mendapat kesempatan dalam pemerintahannya. Di era SBY masih ada kasus intervensi pemerintah dalam peradilan yang melibatkan masyarakat, disamping itu masih banyak kasus peradilan yang dirasakan tidak adil oleh masyarakat.
Sementara itu, pada era Jokowi hal positif dalam praktik demokrasi adalah pers dapat memberitakan hal-hal negatif tentang pemerintah dan lembaga penyiaran bebas memberitakan pemerintah serta keterbukaan informasi publik dan keterlibatan partai pada pemerintahan menjadi lebih baik.
Untuk kekurangannya, pada era kepemimpinan Jokowi dirasakan masih banyaknya kasus diskriminasi agama, masih ada kasus kekerasan terhadap jurnalis dan masih terjadinya kasus penangkapan warga masyarakat yang melakukan aksi kritik terhadap pemerintah.
Namun dari hasil itu, Amida mengatakan pada kedua era Presiden tersebut terdapat kesamaan yang dianggap kurang baik dalam sistem demokrasi. Dimana ada beberapa persoalan seperti kelembagaan partai yang masih lemah, aspek ketokohan atau figur partai politik masih sangat kuat dan sentralisasi pengambilan kebijakan partai.
Amida pun menunjukkan hasil survei yang Ia peroleh. Dari hasil survei tersebut menunjukan bahwa SBY dinilai lebih memberi ruang yang luas atau memfasilitasi keleluasaan masyarakat dalam menyampaikan kritik.
“Sebaliknya, dalam menangani banyak kritik, JKW cenderung mengedepankan aparat keamanan, sehingga terkesan represif. Dibandingkan dengan presiden sebelumnya (SBY) yang berusaha merangkul semua pihak sehingga menimbulkan kesan lebih bebas,” katanya.
Adapun sidang senat promosi doktor ini dipimpin oleh Prof. Dr. Umar Basalim, DES. Dan tim penguji Prof. Dr. Rusadi Kantaprawira, Dr. Asran Jalal, M.Si., dan Dr. TB. Massa Djafar. Amida sendiri dipromotori oleh Prof. Dr. Maswadi Rauf, M.A. dan Co-promotor Dr. Ramlan Siregar, M.Si. (*DMS)
Bagikan :