JAKARTA (UNAS) – Penyakit kanker serviks atau kanker leher rahim merupakan momok yang menakutkan bagi wanita. Pasalnya, kanker ini merupakan salah satu penyebab kematian wanita terbanyak di dunia, yang menempati posisi kedua setelah kanker payudara. Perkembangannya yang sulit dideteksi menyebabkan penyakit ini juga sering disebut silent killer.
Untuk meningkatkan kewaspadaan perempuan terhadap kanker serviks, Paguyuban Perempuan Universitas Nasional menggelar acara Papsmear yang diadakan bertepatan dengan acara rutin arisan bulanan Paguyuban Perempuan Universitas Nasional pada Kamis (10/3) dan juga memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh Selasa (8/3).
‘’Papsmear adalah pemeriksaan untuk mendeteksi secara dini penyakit kanker serviks pada wanita yang sudah menikah atau yang sudah berhubungan seksual. Dengan test ini kita bisa menemukan adanya infeksi atau sel-sel abnormal yang dapat berubah menjadi sel kanker, sehingga bisa dilakukan tindakan sebelum keluhannya menjadi bertambah berat,’’ ungkap Ketua Paguyuban Perempuan Universitas Nasional, dr. Lisa Suralaga, Jumat (11/3).
Bertempat di klinik Universitas Nasional, pemeriksaan papsmear ini bekerjasama dengan Yayasan Kanker Indonesia (YKI). Pihak YKI menurunkan satu dokter dan bidan. Menurut Lisa, terdapat 32 peserta yang mendaftar, namun hanya 21 orang yang melakukan papsmear, karena ada yang berhalangan. Ke depannya, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi agenda rutin Paguyuban Perempuan Universitas Nasional.
‘’Mudahan-mudahan kegiatan ini dapat rutin dilakukan setiap tahun, agar kesehatan karyawan dan dosen wanita Universitas Nasional terutama kesehatan organ reproduksinya dapat terjaga,’’ ujar Lisa.
Bahaya kanker serviks juga diungkapkan oleh Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia. Menurut Kementerian, berdasarkan data IARC (International Agency For Research on Cancer) tahun 2002 di Indonesia setiap hari terdapat 40-45 kasus baru kanker serviks dan menyebabkan 20-25 kematian/ hari. Artinya, setiap jam ada satu kematian karena kanker serviks di Indonesia. Hampir 70 persen kanker serviks di Indonesia ditemukan sudah dalam stadium lanjut sehingga survival rate nya rendah dan biaya perawatannya mahal.
Proses perjalanan dari infeksi virus menjadi kanker serviks membutuhkan waktu cukup lama, sekitar 10-20 tahun. Proses ini seringkali tidak disadari hingga kemudian sampai pada tahap pra-kanker tanpa menimbulkan gejala. Oleh karena itu pemahaman terhadap penyakit kanker serviks oleh kaum wanita di Indonesia sangat dibutuhkan. (*)
Bagikan :