Jakarta (UNAS) – Dosen Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional yang juga Peneliti Ahli Utama pada Pusat Penelitian Ekonomi LIPI Prof. Dr. Sarip Hidayat, M.A. menerima penganugerahan tanda kehormatan satya lencana wira karya dari Presiden Republik Indonesia pada 25 Agustus 2020. Ia menerima tanda kehormatan tersebut setelah ikut berperan aktif dalam menginisiasi penyusunan Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) berbasis 34 Provinsi, sehingga data IDI telah dimanfaatkan sebagai rujukan pembangunan politik oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dan sebagai rujukan peningkatan kapasitas lembaga dan pelaku demokrasi di daerah, sejak tahun 2009. Saat ini IDI telah diakui sebagai data Nasional dan dipublikasi secara rutin oleh Badan Pusat Statistik (BPS) per tahun.
Melalui sambungan telepon, Prof. Dr. Sarip Hidayat, M.A. mengatakan bahwa Ia diminta oleh Bappenas sejak tahun 2007 untuk menyusun konsep indeks demokrasi Indonesia. Ia sendiri ditunjuk sebagai tim ahli dalam penyusunan IDI bersama dengan tiga anggota lainnya.
“Sebagai tim ahli kami bertugas menyusun konsep dasar IDI, di tahun 2008 konsep ini diuji coba dan kemudian setelah itu dilakukan perbaikan dan selanjutnya di uji coba lagi di tahun 2009 dan setelah itu konsep tersebut sudah dianggap layak dan diterima. Sehingga IDI sudah layak diakui sebagai rujukan data nasional,” ujarnya saat dihubungi tim humas Unas, pada Sabtu, (29/8) di Jakarta.
Ia menambahkan, IDI telah dijadikan sebagai acuan dalam menyusun rencana pembangunan politik secara nasional dan daerah seluruh Indonesia. Konsep IDI sendiri berdasarkan data dari 34 Provinsi sehingga juga dianggap sebagai rujukan untuk daerah.
“Setelah diakui sebagai data nasional, dengan demikian IDI sudah dibiayai dan harus disusun dan dipublikasi setiap tahun dan dibiayai oleh APBN. Selanjutnya BPS ditunjuk sebagai lembaga yang mengumpulkan data sekaligus mengolah data dan mempublikasikanya setiap tahun. Sementara, penanggung jawab IDI sudah beralih dari BAPPENAS ke MENKOPOLHUKAM,” kata Sarip.
Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) merupakan sebuah model pengukuran yang dibangun berdasarkan latar belakang perkembangan sosial politik Indonesia. IDI dimaksudkan untuk mengukur realitas empirik demokrasi Indonesia dan pada saat yang bersamaan dijadikan sebagai salah satu instrumen dalam perencanaan pembangunan politik di Indonesia.
IDI sendiri mengkuantifikasi semua aspek pengukuran dan menerjemahkannya dalam bentuk prosentase. Ada tiga aspek yang diukur oleh IDI yakni aspek kebebasan sipil, aspek hak-hak politik, dan aspek kelembagaan demokrasi. Tiga aspek ini dijabarkan dalam 11 variabel dan diterjemahkan lebih detail pada 28 indikator.
Dalam kesempatan tersebut, Sarip juga menuturkan bahwa motivasinya dalam menyusun IDI adalah untuk pengembangan bidang ilmu yang ia tekuni yakni persoalan demokrasi dan persoalan pengembangan penguatan desentralisasi atau demokratisasi di tingkat lokal. Kemudian juga, sebagai kontribusi dalam rangka mempercepat proses transisi demokrasi yang terjadi di Indonesia semenjak awal reformasi.
Menurutnya, transisi demokrasi saat ini belum memiliki ukuran yang jelas untuk melihat bagaimana perkembangan transisi. Ukuran tersebut, lanjutnya, sangat penting agar dapat mengetahui apakah demokrasi Indonesia berjalan maju atau jalan ditempat atau justru mundur. “Oleh karena itu, keinginan menyusun IDI adalah bagian dari konsen dan kepentingan untuk bisa mengetahui kinerja demokrasi,” jelasnya.
Satya Lencana Wira Karya adalah sebuah tanda penghargaan yang dikeluarkan dan diberikan kepada warga negara Indonesia yang telah sangat berjasa dan berbakti kepada bangsa dan negara. Penghargaan tersebut dapat diberikan secara anumerta.
“Langkah selanjutnya kami sebagai tim ahli adalah terus mengawal IDI dan tentunya ini membuat kami harus lebih serius untuk mengawal ini secara betul sehingga dapat memberikan kemanfaatan bagi bangsa dan negara. Terutama PR penting ke depan adalah bagaimana agar IDI ini tidak hanya berhenti sampai dan bentuk data yang diumumkan sebagai kinerja demokrasi tiap tahun tetapi juga harus sampai pada tingkat pemanfaatan penggunaannya,” ungkap Sarip yang juga Anggota Board pada SMERU Research Institute.
Di akhir wawancaranya, Sarip mengungkapkan harapannya untuk para pendidik dan juga mahasiswa. “Setiap pendidik pada khususnya punya peluang besar mendapatkan wirakarya. Sejauh para pendidik kritis dan kreatif. Artinya tetap kritis terhadap ilmu-ilmu yang dia tekuni dan kemudian inovatif. Kemudian kepada para mahasiswa juga harus kreatif dan inovatif untuk mengaplikasikan ilmu yang ditekuni untuk kemanfaatan,” tutupnya. (*DMS)
Bagikan :