Jakarta (Unas) – Adanya pandemi Covid-19 telah membawa dampak besar terhadap perekonomian dunia, salah satunya Indonesia. Berbagai perubahan drastis telah dialami dalam kehidupan ekonomi masyarakat, termasuk keterpurukan industri yang sangat mendalam.
Oleh karena itu, berbagai strategi dan kebijakan pemerintah dalam memulihkan ekonomi Indonesia kini tengah digencarkan. Dibutuhkan partisipasi dari berbagai pihak untuk mencoba membangkitkan perekonomian sekaligus mempertahankan kesehatan.
Menanggapi hal tersebut, Rektor Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Jakarta, Dr. Mukhaer Pakkana, S.E., M.M mengatakan, Indonesia telah mengalami resesi roda ekonomi yang melambat, banyak dampak yang diakibatkan oleh kondisi ini.
“Resesi pada saat pandemi ini mengakitbatkan adanya gelombang PHK, daya beli masyarakat yang menurun, kenaikan angka orang miskin baru, penjualan ritel merosot, menufaktur tutup, serta meluasnya pengangguran yang berujung pada krisis sosial dan politik,” jelasnya dalam Webinar Series Pusat Kajian Sosial Politik (PKSP) Universitas Nasional (Unas), yang dihelat di Hotel Ambhara, pada Rabu (3/03).
Dia melanjutkan, dalam jangka panjang resesi akibat pandemi ini diperkirakan akan meninggalkan dampak negatif bagi tujuan pembangunan. Oleh sebab itu, dampak ini membuat pemerintah baik pusat maupun daerah untuk melakukan koreksi terhadap pertumbuhan ekonomi dan rencana pembangunan yang telah ditetapkan.
“Pemerintah berperan sebagai sentral permulihan, menjadi satu satu-satunya komponen yang tumbuh positif. Kemudian untuk arah pemulihan saat ini akan terus didorong lebih cepat di 2021 melalui APBN yang tetap countercyclical, program vaksinasi yang efektif, dan PEN yang diperkuat,” jelasnya.
Dalam kesempatan yang sama, VP PT. Sucofindo, Dr. Ir. Soleh Rusyad Maryam, M.M mengatakan, era pasca pandemi Covid-19 juga memiliki beberapa dampak yakni penurunan produktifitas, peningkatan utang, paradigma model bisnis virtual, deflasi teknologi dan demografi, kebijakan ekonomi yang mengarah pada proteksionisme dan deglobalisasi, serta menigkatnya polarisasi Cina-AS.
“Perlambatan pertumbuhan ekonomi karena turunnya permintaan agregat, penurunan produktivitas akibat disrupsi atas rantai pasok, peningkatan utang seperti utang negara, korporasi, maupun individu, pengenalan model bisnis yang beriorientasi pada digital, deflasi teknologi yang murah dan disruptif, juga faktor demograsi yang menua dan non konsumtif,” tambahnya.
Dia juga menuturkan, langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah dalam pemulihan ekonomi ini yakni pengendalian impor dan pengembangan ekspor. “Pengendalian impor dapat dilakukan dengan menekan barang konsumtif, mengendalikan impor barang bahan baku dan bahan penolong, serta mengutamakan impor barang modal,” ujarnya.
Sementara itu, lanjut Soleh, pengembangan ekspor dapat dilakukan dengan meningkatkan pertumbuhan ekspor produk atau komoditas andalan, diversifikasi dan hilirisasi produk ekspor, perluasan negara tujuan ekspor, serta fokus destinasi terhadap negara-negara dengan GDP terbesar, dan juga negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi.
“Ini semua bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga tugas kita bersama untuk membantu memulihkan perekonomian negara. Pembangunan Indonesia memang harus didukung oleh berbagai pihak yang nantinya juga akan menguntungkan berbagai kalangan, dan dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat,” tuturnya.
Dalam sambutannya, Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Aos Yuli Firdaus, S.I.P., M.Si. juga mengatakan, focus group dicussion ini merupakan bagian dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang dilakukan oleh PKSP Unas bekerja sama dengan Institut Teknologi dan Bisnis Ahmad Dahlan, Jakarta.“Kegiatan ini juga turut diikuti oleh mahasiswa Unas, dan saya harap dapat memberikan eksistensi bagi universitas, fakultas, dan dapat bermanfaat bagi semua,” harap Aos. (NIS)
Bagikan :