Jakarta (UNAS) – Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Nasional (UNAS) bekerja sama dengan The Reform Initiatives (TRI) Indonesia lakukan Seminar Hasil Riset, di Ruang Seminar Menara lantai III UNAS, Kamis (12/12). Adapun tema yang diulas adalah ‘Membangun Harmoni yang Produktif antara Pekerja Asing-Domestik dan Masyarakat Lokal: Tantangan, Kesempatan, dan Kebijakan Investasi Hilirisasi di Indonesia’.
Wakil Rektor II UNAS, Prof. Dr. Drs. Eko Sugiyanto, M.Si. mengatakan, seminar hasil riset ini diharapkan bisa memberikan temuan yang dapat digunakan untuk melaksanakan kebijakan investasi hilirisasi di Indonesia. “Hasil riset ini diharapkan adanya harmonisasi tiga pilar dari pekerja asing-domestik, dan masyarakat lokal, sehingga pengimplementasian kebijakan hilirisasi dapat berjalan dengan optimal,” ucapnya.
Dalam sambutannya, Executive Director – The Reform Initiatives Indonesia, Hadi Prayitno menuturkan bahwa penelitian tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi tantangan dan peluang yang dihadapi oleh pekerja asing dan domestik dalam konteks hilirisasi industri, serta mengevaluasi dampak sosial dan ekonomi dari hilirisasi tergadap masyarakat lokal.
“Penelitian ini juga bertujuan untuk mengembangkan kebijakan investasi yang inklusif dan model harmoni yang produktif antara pekerja asing, domestik, dan masyarakat lokal,” tuturnya. Hadi menambahkan, penelitian ini berfokus pada dua daerah yang menerima Penanaman Modal Asing (PMA/FDI) untuk proyek hilirisasi, yaitu Kabupaten Konawe di Sulawesi Tenggara dan Kota Batam di Kepulauan Riau.
Ia menuturkan, di Konawe, proyek hilirisasi smelter nikel telah berjalan, sementara di Batam, proyek hilirisasi smelter pasir silika masih dalam tahap pembangunan. “Kedua daerah tersebut dipilih karena perbedaan komoditas, karakteristik perusahaan, dan karakteristii tenaga kerja, serta operasional perusahaan yang berbeda,” tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Tim Peneliti TRI Indonesia, Dr. Unggul Heriqbaldi, S.E., M.Si., M.App.Ec., menjelaskan bahwa hiliriasi industri di kedua daerah tersebut menunjukkan potensi besar untuk meningkatkan perekonomian lokal, tetapi juga menghadirkan berbagai tantangan yang perlu diatasi melalui kebijakan yang tepat dan kolaborasi antara pemerintah, perusahaan, dan masyarakat.
Unggul juga menyampaikan bahwa temuan utama dari riset tersebut adalah penciptaan lapangan kerja.”Semua pihak bersepakat bahwa isu utama dari kegiatan industri hilirisasi harus mampu menciptakan lapangan pekerjaan. Hal ini merujuk pada hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) riset tersebut,” tuturnya.
Proyek hilirisasi di Konawe, menurut Dosen pada FEB Universitas Airlangga Surabaya tersebut, telah menyerap lebih dari 26.000 dan secara signifikan meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah yang ditunjukkan dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 22,52 persen.
“Isu berikutnya adalah hubungan antara kebutuhan perusahaan terhadap tenaga kerja terampil bersertifikat dengan jumlah tenaga kerja yang tersedia,” imbuhnya. Ia menambahkan, perusahaan sejauh ini melakukan berbagai upaya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja tersebut, salah satunya melalui kerjasama dengan perguruan tinggi lokal mengembangkan pendidikan vokasi untuk melatih warga agar bisa mengisi kebutuhan perusahaan.
Sementara itu, Hadir sebagai penanggap, Dekan FEB UNAS, Prof. Dr. Ir. Edi Sugiono, S.E., M.M., mengatakan, karena terbukanya lapangan pekerjaan, penting untuk memahami manajemen rekrutmen dan seleksi tenaga kerja lokal. Selain itu, juga menyusun strategi efektif dalam rekrutmen dan seleksi untuk sektor hilirisasi. “Terdapat empat hal yang perlu diperhatikan dalam menindaklanjuti hal tersebut yakni penempatan tenaga kerja lokal dan asing, manajemen perekrutan, transfer pengetahuan, dan sistem remunerasi,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Prof. Drs. Anwar Sanusi, MPA., Ph.D., mengatakan bahwa hilirisasi pertambangan merupakan pilar pembangunan ekonomi nasional. “Hal itu sejalan dengan arah kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintahan Presiden Prabowo Subianto,” katanya.
Secara khusus, Anwar juga menekankan kegiatan hilirisasi pertambangan harus inklusif dan mampu menyerap tenaga kerja lokal pada posisi strategis. “Jangan sampai tenaga kerja lokal hanya mengisi posisi tidak strategis. Harus ada afirmasi melalui pendidikan pelatihan dan transfer teknologi kepada warga lokal agar dapat mengisi kebutuhan tenaga kerja oleh perusahaan,” tekannya.
Pemerintah, menurut pria yang mendapatkan gelar Guru Besar Universitas Brawijaya tersebut, akan memastikan kepada seluruh perusahaan yang menggunakan tenaga kerja asing agar melakukan pendampingan kepada warga lokal agar terjadi transfer pengetahuan dan teknologi. Riset yang diulas dalam seminar ini merupakan salah satu tema kunci dari penelitian yang dilakukan oleh TRI Indonesia bersama konsorsium yang terdiri dari Binus University, The Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Brawijaya Malang, dan FEB Universitas Indonesia.(NIS)
Bagikan :