Jakarta (UNAS) – Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah hak untuk menikmati secara ekonomis hasil dari suatu kreativitas intelektual salah satu HKI di bidang kekayaan industri adalah atas merk. Merk merupakan suatu tanda berupa gambar, nama, kata, huruf, angka susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang ataupun jasa.
Dalam dunia bisnis, merk memiliki peranan yang sangat penting karena merk digunakan sebagai alat memperkenalkan nama barang atau jasa serta menunjukan kualitasnya. Merk juga digunakan untuk memperkenalkan identitas perusahaan sekaligus menunjukan reputasi dari perusahaan tersebut.
Beberapa waktu lalu, pemerintah mengeluarkan undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja dimana undang-undang tersebut telah memberikan ruang yang cukup besar dalam bidang investasi terutama pada kemudahan dan penyederhanaan perizinan bagi penanaman modal. Hal tersebut akan mendorong pertumbuhan iklim bisnis yang lebih besar serta menciptakan persaingan yang lebih baik di dunia bisnis.
Oleh karena itu, perlindungan hukum dibidang merk ini sangat diperlukan untuk mendukung kegiatan bisnis tersebut dengan pemberian hak eksklusifitas melalui undang-undang per 20 tahun 2016. Mengingat pentingnya memperoleh hak merk sebagai aset bisnis dan perlindungan hukumnya, Fakultas Hukum Universitas Nasional mengadakan Webinar Nasional dengan tema “Strategi Memperoleh Hak Merek Sebagai Aset Bisnis Pasca Undang-Undang Cipta Kerja” Sabtu, (3/7).
Acara ini turut mengundang sebagai narasumber yaitu Dosen BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI Dr. H. Edy Santoso ST, S.H., MITM., M.H., Kasubdit Pelayanan Hukum/ Plt Kasubdit Pemeriksaan Merek Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan HAM Agung Indriyanto, S.H., M.H., LLM., dan Praktisi HKI/ Konsultan HKI Terdaftar/ Advokat/ Dosen FH UNAS Triayu Ratna Dewi, S.H., M.H.
Dalam sambutannya, Dekan Fakultas Hukum UNAS Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, S.H., M.S. mengatakan bahwa webinar internasional ini merupakan wadah bagaimana menjalankan strategi mendapatkan hak merk. Selain itu, lanjut Basuki, melalui webinar ini juga akan diberikan pengetahuan bagaimana perlindungan hukum hak atas merk.
“Ini yang sangat penting karena seringkali di dalam praktek itu terjadi berbagai kasus sengketa merk apakah ada kesamaan pada pokoknya ataukah hal hal yang lain karena merk itu menjadi pembeda barangnya sama merk nya beda maka konsumen tentu teringat oleh merk tertentu yang mereka anggap memiliki kualitas yang baik,” ujar Basuki.
Basuki pun berharap, para peserta dapat mendiskusikan langsung dengan para narasumber tentang bagaimana strategi dan perlindungan tentang hak merk. “Dengan demikian, melalui webinar ini diharapkan para peserta akan memperoleh bukan saja informasi tentang bagaimana strategi tetapi dapat pula mendiskusikan langsung dengan para narasumber yang merupakan para pakar di bidang merk,” katanya.
Hadir sebagai pembicara pertama, Dosen BPSDM Kementerian Hukum dan HAM RI Dr. H. Edy Santoso ST, S.H., MITM., M.H. mengungkapkan bahwa HKI sangat erat kaitannya dengan dunia usaha. Ia menambahkan, banyaknya produk yang dihasilkan di suatu negara membuktikan bahwa negara tersebut menghasilkan banyak kekayaan intelektual sehingga hal itu dapat meningkatkan daya saing baik produk maupun jasa dan dengan demikian sistem HKI akan melahirkan produk-produk berkualitas serta bermanfaat bagi masyarakat.
“Kekayaan intelektual tentunya dia akan menghasilkan sesuatu produk maupun jasa yang bermanfaat dan bisa dikomersialisasikan. Maka kekayaan intelektual itu adalah sebagian dari aset yang merupakan harta benda yang tidak berwujud (intangible asset),” jelas Edy.
Sementara dalam perlindungan hukum, pria lulusan S3 ilmu hukum Universitas Padjadjaran itu menjelaskan bahwa HKI sebagai suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh negara kepada seseorang/sekelompok orang atau badan yang idenya dituangkan dalam bentuk suatu karya cipta sehingga menghasilkan suatu karya baru.
“Pada sebenernya kekayaan intelektual tersebut sebagai bentuk penghargaan atas hasil karya orang lain sebagai pemicu orang lain untuk bisa bersemangat mengembangkan produk dan jasa dan ini adalah sebagai bentuk insentif yang diberikan oleh pemerintah agar kita bisa memberdayakan pemikiran kita dan menghasilkan kekayaan intelektual,” ujarnya.
Sementara itu, Kasubdit Pelayanan Hukum/ Plt Kasubdit Pemeriksaan Merek Direktorat Jenderal HKI Kementerian Hukum dan HAM Agung Indriyanto, S.H., M.H., LLM. menjelaskan bahwa terdapat tiga pilar kekayaan intelektual yaitu filling/database, komersialisasi, dan penegakan hukum. “Bagaimana cara mendapatkan haknya, bagaimana mendapatkan perlindungan terkait dengan hak suatu objek kekayaan intelektual baik itu merk, paten, hak cipta, atau desain kemudian ketika sudah mendapatkan haknya maka yang tak kalah penting juga adalah bagaimana mengkomersialisasikan suatu objek yang telah dilindungi tersebut dan ini adalah aspek yang sangat penting ketika ingin mendapatkan manfaat ekonomi dari suatu objek kekayaan intelektual yang sudah dilindungi,” katanya
“Suatu kekayaan intelektual yang sudah didaftarkan dan dilindungi jika tidak digunakan atau dikomersialisasikan maka itu sia-sia, pemilik hak tidak bisa mendapatkan keuntungan dari suatu objek yang telah dimiliki tersebut selanjutnya aspek ketiga adalah penegakan hukum jika ada pelanggaran atau pembajakan atau pemalsuan maka pemilik hak intelektual itu dapat melakukan penegakan hukum terkait dengan objek kekayaan intelektual yang dimiliki tersebut,” papar Agung
Terkait dengan perlindungan merk, Agung menjelaskan bahwa merk tersebut harus terlebih dahulu didaftarkan ke otoritas publik. “Karena untuk mendapatkan perlindungan dia (merk) bisa by use/by registration karena di Indonesia registrasi merupakan syarat mutlak mendapatkan perlindungan merk dan perlindungan merk diberikan kepada pemohon yang mengajukan pertama kali,” jelas Agung.
Ia melanjutkan, jika merk sudah didaftarkan dan diterima maka nantinya negara akan memberikan hak bersifat eksklusifitas. Terdapat tiga bentuk hak eksklusifitas yang diberikan kepada pemilik merk yaitu memberi kebebasan menggunakan merk yang dimiliki, pemilik merk dapat memberikan izin kepada orang lain untuk menggunakan merknya, dan berikutnya pemilik merk dapat melarang semua pihak untuk menggunakan merk terdaftar miliknya.
Dalam kesempatan yang sama, Praktisi HKI/ Konsultan HKI Terdaftar/ Advokat/ Dosen FH UNAS Triayu Ratna Dewi, S.H., M.H. memberikan tips strategi agar pendaftaran merk dapat diterima dan diberikan perlindungan hukumnya.
“Buat nama seunik mungkin bisa diambil dari kata Bahasa daerah yang punya ciri khas dan arti/ makna khusus yang baik, bisa juga singkatan dari nama perusahaan, Lakukan tahap cek nama merek di PDKI merek situs web DJKI, Tentukan kelas mereknya (terdapat 45 klasifikasi kelas merek ) meliputi 1-34 kelas barang dan 35-45 kelas jasa, tentukan jenis mereknya (kalau memungkinkan dibuat spesifik ), dan Apabila dari hasil cek merek ditemukan ada merek yang mirip untuk kelas dan jenis barang / jasa yang diinginkan, maka lakukan pendaftaran ke beberapa kategori kelas merek yang terkait,” papar Triayu. (*DMS)
Bagikan :