“Agama memiliki pengaruh besar dalam hidup manusia, salah satunya tentang anjuran berbuat kebaikan terhadap lingkungan,” ujarnya dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh Ecojesuit, the global ecology network of Jesuits and partners, and the River Above Asia Oceania Ecclesial Network (RAOEN).
Dosen Sekolah Pascasarjana Unas itu melanjutkan, umumnya, agama mengacu pada lima R yakni reference atau rujukan dari kitab suci, respect yang berarti saling menghormati, restrain yakni mengontrol atau membatasi, redistribution atau berbagi, dan responsibility atau bertanggung jawab.
“Dalam upaya peduli terhadap lingkungan, agama turut andil dalam mengadukasi seseorang, merubah gaya hidup sehari-hari dengan lebih ramah lingkungan, mengadakan dakwah lingkungan, melakukan kegiatan yang ramah lingkungan, dan menjadi wadah untuk berdiskusi tentang masalah lingkungan,” tuturnya.
Di sisi lain, lanjut Fachruddin, perlu adanya kerja sama dan kolaborasi antaragama dalam upaya rekonsiliasi perubahan iklim. Kegiatan yang bisa dilakukan satunya ialah melalui dialog antaragama di komunitas dengan berbagi pengetahuan tentang lingkungan.
Dialog ini dilakukan untuk menyuarakan berbagai upaya masyarakat di kawasan Asia dalam mengatasi perubahan iklim, mengingat kelompok masyarakat di kawasa pesir dan hutan merupakan komunitas yang paling terancam dalam dampak tersebut.
Dalam hal ini, mereka berjuang untuk melakukan aksi melawan perubahan iklim melalui pendekatan agroekologi dengan mengenalkan solusi berbasis alm sebagai cara untuk mempertahankan hidup di wilayah tersebut. Dialog ini diharapkan membawa perubahan dan kekuatan yag lebih besar dalam rekonsiliasi perubahan iklim bagi kalangan anak muda, perempuan, dan kelompok masyarakat adat. (NIS)