Maknai Hari Kemerdekaan dari Berbagai Dimensi Kehidupan Berbangsa dan Bernegara

HUT-RI-Ke-76

Euforia menyambut hari Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 76 tahun sudah mulai terlihat dengan banyak berkibarnya sang saka merah putih di setiap halaman rumah warga dan si sudut gang-gang kecil, bahkan ada juga sebagian warga yang melakukan penggalangan dana, agar tidak ketinggalan untuk ikut memeriahkan peringatan hari Kemerdekaan Republika Indonesia ini.

76 tahun Indonesia merdeka bukanlah waktu yang sebentar, masyarakat Indonesia dalam memperingati hari kemerdekaan dari dulu sampai sekarang masih terbelenggu pada kegiatan yang sifatnya seremonial, hanya sekedar melakukan ucapan bendera, melakukan perlombaan antar warga dan melakukan potong tumpeng lalu selesai.

Lebih jauh dari itu makna kemerdekaan yang sesungguhnya tidak sedikit warga yang belum memahami seutuhnya, rasanya Indonesia baru merdeka dari para penjajah, Indonesia baru merdeka secara legitimasi dan Indonesia baru merdeka secara pengakuan dari negara-negara lain, namun makna kemerdekaan yang sesungguhnya dari berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara belum dipahami bahkan belum kita rasakan sepenuhnya.

Ada banyak dimensi yang akan coba di tulis pada momentum kemerdekaan ini:

Dimensi Politik

Apakah kita sudah merdeka secara politik, kalau faktanya demokrasi kita dibajak oleh para pemilik modal, seharusnya pemegang kedaulatan tertinggi yang sah adalah di tangan rakyat sebagaimana termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945, namun faktanya kedaulatan tertinggi hari ini ada di tangan penguasa dan pengusaha/pemilik modal yang bisa menentukan apa yang mereka kehendaki.

Sistem demokrasi kita mengarah kepada sistem demokrasi yang liberal ini harus dikoreksi, bagaimana tidak realitas yang terjadi uang menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan pemenang kekuasaan yang tidak murni ditangan rakyat melalui proses one man one vote. Pemimpin yang lahir dari proses politik transaksional melahirkan kepemimpinan yang tidak kuat (strong leadership) dan sangat mudah diintervensi dalam menentukan kebijakan oleh mereka yang punya kepentingan, sehingga kebijakan itu tidak pro terhadap rakyat.

Baca Juga :   Pemkot Pekalongan Gandeng UNAS Kembangkan SDM

Demokrasi yang sesuai dengan budaya bangsa kita adalah demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Belum lagi hak kebebasan mengemukakan pendapat dimuka umum baik melalui lisan dan tulisan yang sudah jelas-jelas dijamin oleh pasal 28 Undang-undang 1945 tetapi sampai hari ini masih diberangus. Ketika anak bangsa kritis terhadap kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat mereka didiskriminasi bahkan dianggap sebagai pemberontak.

Dimensi Ekonomi

Apakah kita sudah merdeka secara ekonomi, kalau sistem ekonomi Indonesia menganut sistem liberal-kapitalistik, pasalnya sistem ekonomi tersebut telah melanggengkan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin karena semuanya ditentukan mereka oleh yang punya uang.

Sistem ekonomi liberal-kapitalistik harus dikoreksi karena gagal mensejahterakan rakyat.

Kebijakan perekonomian Indonesia harus berdasar pada sistem ekonomi kerakyatan yang sesuai dengan Undang-undang Dasar pasal 33 yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa.

Pasal 33 Ayat 1 UUD 1945 menyatakan “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Sedangkan Pasal 33 Ayat 2 menyatakan,“Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”. Sementara Pasal 33 Ayat 3, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Belum lagi soal kesejahteraan, jurang ketimpangan ekonomi yang semakin lebar antara kaum miskin dan kaum kaya terlihat jelas antara di perkotaan dan di pedesaan yang disebabkan belum meratanya pembangunan ekonomi, pembangunan infrastruktur dan pembangunan manusia sampai ke pelosok negeri.

Dimensi Pendidikan

Apakah kita sudah merdeka secara pendidikan, kalau faktanya biaya pendidikan di Indonesia sangatlah mahal, padahal pendidikan merupakan hak dasar masyarakat yang harus dipenuhi oleh negara. Sistem pendidikan Indonesia menganut sistem liberal-kapitalistik yang dijadikan sebagai komoditas yang diperdagangkan dan diperjualbelikan, ini jelas tidak sesuai dengan amanat pembukaan Undang-undang Dasar 1945 bahwa mencerdaskan kehidupan bangsa itu kewajiban negara.

Baca Juga :   KULIAH UMUM “Borneo’s Mammals” dari Borneo Nature Foundation

Belum lagi terkait dengan kesejahteraan tenaga pengajar yang sampai saat ini masih terabaikan, tenaga pengajar ini merupakan variabel terpenting dalam meningkatnya kualitas pendidikan, bagaimana mungkin kualitas pendidikan akan meningkat kalau tenaga pengajar belum selesai dengan perutnya dengan kebutuhan dapurnya.

Kemudian kesenjangan pendidikan masih terlihat jelas antara di perkotaan dan di pedesaan, pemerataan pembangunan fasilitas pendidikan masih jomplang di pelosok negeri masih banyak ruang kelas mereka beralasan bumi dan beratapkan langit dan ini pun menjadi variabel penting dalam peningkatan kualitas pendidikan.

Dimensi Kesehatan

Apakah kita sudah merdeka dari sisi kesehatan, kalau faktanya slogan “orang miskin dilarang sakit” masih relevan hingga saat ini. Kenapa begitu ?? Karena masih banyak terjadi diskriminasi pelayanan yang tidak adil terhadap orang miskin ketika mereka ingin melakukan pengobatan di rumah sakit, mereka mendapatkan perlakuan yang tidak sama, bahkan sampai terjadi penolakan pasien.

Seharusnya insiden di atas tidak harus terjadi, karena kesehatan adalah hak dasar masyarakat dan merupakan kewajiban pemerintah sesuai amanat konstitusi yang telah termaktub dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H yang mengatur hak masyarakat di bidang kesehatan, dan pasal 34 tentang kewajiban Negara menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan. Artinya pemerintah harus menjamin dan bertanggung jawab atas kesehatan rakyatnya dari hulu sampai hilir mulai dari pencegahan hingga pengobatan.

Kemudian terkait dengan kartu Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan yang mewajibkan masyarakat membayar iuran ini sangat memberatkan masyarakat dan semakin terpukul, karena menurut data BPS terupdate sekitar 9,78 % atau sebanyak 26,42 juta orang rakyat Indonesia hidup dalam garis kemiskinan.

Penyelenggaraan BPJS dengan dalih asas gotong royong padahal didalamnya ada komersialisasi dunia kesehatan secara terstruktur dan sistematis, seharusnya hasil dari penggunaan atau pengembangan dana tersebut memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi seluruh peserta bukan untuk kesejahteraan pegawai yang nilainya sangat fantastis.

Baca Juga :   Seminar Nasional & Launching Buku Sastra, Bahasa, dan Budaya

Dimensi Hukum

Apakah kita sudah merdeka secara hukum ?

Indonesia adalah negara hukum, hukum menjadi panglima tertinggi di negeri ini, namun faktanya hukum di negeri kita masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah.

Penegakan hukum yang pandang bulu atau tebang pilih ini menjadi preseden buruk penegakan hukum di Indonesia, sudah banyak sekali kasus-kasus yang penegakan hukumnya mandul akibat bejatnya mental dan moral para penegak hukum serta adanya intervensi dari penguasa.

Mari kita telisik kembali kasus terbaru penegakan hukum yang baru-baru ini terjadi, kasus Tjoko Tcandra koruptor menggondol uang negara ratusan miliar dan buron selama 11 tahun hanya di jatuhi hukuman awalnya 4 tahun 6 bulan di potong jadi 3 tahun 6 bulan, tak sampai disitu penegakan hukum yang terlibat dalam skandal mega korupsi tersebut jaksa Pinangki yang seharusnya menerima hukum 10 tahun di potong jadi 4 tahun.

Bagaimana bisa Indonesia di sebut negara hukum kalau faktanya hukum di Indonesia bisa bisa diperjualbelikan, keadilan hanya sebatas omong kosong di negeri yang congkak ini.

Itu hanya bagian kecil dari sekelumit persoalan klasik negeri kita sejak Indonesia merdeka sampai sekarang yang sudah berumur 76 tahun bukanlah umur yang muda, untuk itu sebagai anak bangsa marilah kita bersama-sama merenung sejenak merefleksikan peristiwa yang sangat bersejarah ini, sudahkah membawa perubahan yang signifikan dan menyeluruh bagi kehidupan berbangsa dan bernegara bagi rakyat Indonesia, kalau jawabannya belum, apakah ada yang salah dalam mengisi kemerdekaan republik Indonesia yang sudah hampir 1 abad usianya.

Wallahu a’lam,,,

Dirgahayu Republik Indonesia !!!Merdeka !!!

Naskah Oleh: Heri Gunawan (Mahasiswa Pancasarjana UNAS)
Bagikan :
Berita Terbaru

Jadwal pelaksanaan PLBA T.A 2024/2025

Hari : Kamis 

Tanggal : 19 September 2024

Pukul : 07.00 – 17.00 WIB

Auditorium Universitas Nasional

FAKULTAS

  1. FISIP
  2. FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
  3. FAKULTAS TEKNIK DAN SAINS
  4. FAKULTAS TEKNOLOGI  KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA

Hari : Jum’at

Tanggal : 20  September 2024

Pukul : 07.00 – 16.00 WIB

Tempat : Auditorium Universitas Nasional

FAKULTAS

  1. FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
  2. FAKULTAS HUKUM
  3. FAKULTAS ILMU KESEHATAN
  4. FAKULTAS BIOLOGI DAN PERTANIAN

Tempat : Auditorium Universitas Nasional

Chat with Us!