Jakarta (UNAS) – Dewasa ini, kehidupan seks bebas telah merebak ke kalangan kehidupan remaja dan anak. Hal ini disebabkan oleh media yang saat ini dengan mudah dapat diakses oleh siapapun. Tayangan maupun gambar yang mengandung unsur pornografi telah tersebar luas di lingkungan anak melalui handphone nya, ditambah sikap orang tua yang sering kali menganggap sex adalah hal yang tabu dan tak penting untuk di edukasikan kepada anak. Padahal, pendidikan seks seharusnya sudah diberikan sejak dini.
Peranan agama dan keluarga sangat penting mengantisipasi perilaku anak remaja yang rentan resiko gangguan kesehatan salah satunya penyakit HIV/AIDS yang disebabkan oleh sex bebas. Berdasarkan data Komite Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) 62,7% remaja telah melakukan sex diluar nikah dan perempuan yang hamil diluar nikah berasal dari kelompok remaja serta diantaranya pernah melakukan aborsi dan kasus terdampak HIV 30% berusia remaja.
Pentingnya pendidikan seks diberikan sejak dini karena diproyeksikan dapat meluruskan pemahaman dan perilaku seks anak – anak sehingga bisa lebih positif. Pendidikan seks melalui pendekatan agama juga diperlukan sebagai sarana untuk membentuk nafsu pada peserta didik sehingga mereka mampu untuk mengendalikan potensi seksual sehingga memiliki sifat Iffah (menahan) dan mampu mengarahkan potensi tersebut ke arah yang baik sesuai dengan norma-norma Islam.
Berangkat dari kegelisahan tersebut, Yayasan Aksi Peduli Bangsa bersinergi dengan Islamic Character Development dan Universitas Nasional menyelenggarakan Seminar bertajuk Islamic Sex Education sebagai pedoman kepada orang tua melalui pendekatan psikologis dan perspektif islam. Turut hadir sebagai pembicara diantaranya Psikolog & Pemerhati Work & Family Life, Ita D Azly, Konsultan Pendidikan, Arifin Jayadiningrat dan Musthafa Yamin.
Acara yang dimulai tepat pukul 09.00 Wib itu berjalan dengan khikmat dan antusias para orang tua cukup besar mengingat tema dalam seminar ini sesuai dengan permasalahan anak saat ini. Dalam paparannya, Ita memandang pendidikan sex melalui psikologi anak bahwa setiap kebanyakan orang tua menghindari pertanyaan seputar sex dari anak bahkan cenderung mengalihkan pembicaraan. Namun tindakan tersebut tidak selalu benar karena keingintahuan yang besar sehingga membuat anak penasaran dan melakukan tindakan diluar sepengetahuan orang tua.
Pendidikan sex usia dini lebih ditekankan bagaimana memberikan pemahaman pada anak akan kondisi tubuhnya dan pemahaman akan lawan jenisnya. Menurut Ita, tidak perlu tabu membicarakan seks dalam keluarga karena anak perlu mendapatkan informasi yang tepat dari orang tuanya, bukan dari orang lain tentang seks.
Wanita berhijab itu berpesan orang tua harus melengkapi diri dengan pengetahuan dan informasi tentang sex yang tepat. Orang tua hendaknya memahami motif dibalik pertanyaan anak, sehingga dapat mengklarifikasi permasalahan yang dihadapi anak, serta memberi jawaban yang sederhana.
Sementara itu, Yamin menjelaskan pendidikan sex melalui pendekatan Islam adalah upaya pengajaran, penyadaran dan penerangan tentang masalah-masalah seksual kepada anak sejak mulai mengerti tentang perkara-perkara yang berkenaan dengan naluri seksual dan perkawinan. Sehingga setelah anak tumbuh menjadi pemuda dapat memahami perkara-perkara kehidupan, seperti mengetahui apa yang dihalalkan dan apa yang diharamkan. Lebih jauh lagi, anak mampu menerapkan tingkah laku islami sebagai akhlak hidupnya, serta tidak diperbudak oleh hawa nafsu dan tenggelam dalam gaya hidup hedonis.
Pendidikan sex dalam islam dilakukan dengan preventif. Yaitu dengan proses pencegahan dimana dalam QS. Al-Israa: 32 bahwa seseorang dilarang untuk mendekati zina seperti khalwat (berdua-duaan) laki-laki maupun perempuan sebelum menikah. Kemudian menjaga pandangan nya seperti dalam surat QS. An-Nur : 30 serta menganjurkan untuk mensegarakan menikah bagi yang mampu.
Sebagai pembicara terakhir, Arifin menganggap pendidikan sex melalui perspektif islam harus dengan tuntunan yang berlaku dalam Al-Qur’an, sejak dini anak diajarkan nilai-nilai agama seperti mendalami tauhid dengan tata cara beribadah yang benar, selalu menjaga pandangan, menjaga iman dengan selalu mengingat sang pencipta, dan terakhir tentang sebab-akibat bahwa apa yang diperbuat pasti ada akibat dari perbuatan tersebut.
Dalam menjelaskan sex kepada anak tidak cukup hanya dengan penjelasan namun harus dengan analogi ataupun ilustrasi sehingga akan mudah ditangkap oleh anak. “Selain dengan penjelasan verbal para orang tua juga harus menjelaskan dengan gambaran yang mudah dipahami oleh anak serta selalu menjaga komunikasi agar anak tetap terbuka dalam hal privasinya,”tandasnya. (*DMS/NIS)
Bagikan :