Jakarta,(UNAS) – Universitas Nasional (UNAS) melalui Pusat Kajian Sosial Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UNAS dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Masyarakat UNAS bekerjasama dengan ITB Ahmad Dahlan dan Public Trust Indonesia menyelenggarakan kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Webinar Series. Pada kesempatan ini, tema yang diangkat adalah Strategi Memperkuat Penetrasi Produk Kosmetik Lokal di Pasar Domestik : Pentingnya Pengendalian Impor Kosmetik.
Terdapat empat narasumber dengan materi berbeda yang disajikan dalam upaya menyusun strategi untuk memperkuat penetrasi produk kosmetik lokal. Sehingga diharapkan tema FGD pada hari Kamis (3/6), mampu menghasilkan rumusan-rumusan yang dapat memberikan rekomendasi bagaimana pengembangan industri kosmetik lokal ke depan.
“Upaya-upaya seperti ini khususnya dalam bidang kosmetika merupakan salah satu wujud nyata peran kita dalam mendukung pembangunan, khususnya pembangunan berkelanjutan dan sejalan juga dengan yang tercantum dalam SGD’s,” kata Ketua LPPM UNAS Dr. Ir. Nonon Saribanon, M.Si., saat memberikan sambutan dan membuka kegiatan yang diselenggarakan secara luring di Hotel Harris, Jakarta dan daring melalui aplikasi Zoom.
Dalam kegiatan ini melibatkan tiga stakeholders yaitu akademisi, kalangan usaha, dan pemerintah. Nonon juga menambahkan, “Harus ada keterlibatan community dan media. Mungkin saja untuk kosmetika lokal memperlukan peran komunitas, masyarakat, dan juga memperlukan media untuk melakukan pencerdasan terhadap masyarakat dalam memilih produk dan lain sebagainya,” tuturnya.
Pemateri pertama, Dosen Pascasarjana Fakultas Ekonomi Bisnis UNAS Dr. I Made Adnyana, S.E., M.M menyampaikan materi mengenai analisis persaingan Produk Kosmetik Lokal dan Impor. Ia mengatakan persaingan antar produk lokal akan unggul jika mampu bersaing dengan memanfaatkan sumber daya yang baik dan bertahan menghadapi perubahan zaman. Setidaknya ada tiga strategi dari segi marketing.
Bahwa strategi yang perlu diperhatikan oleh pemilik produk kosmetik lokal yaitu perencanaan produk. “Ada produk mix seperti kualitas, warna, garansi, dan sebagainya. Serta harus benar-benar dilakukan suatu keunggulan yang mana keunggulannya adalah efisien,” ujarnya. Kemudian ada kapasitas dan fasilitas, “Manajemen kosmetik lokal harus mengetahui sampai mana dan seberapa besar kapasitas produksi perusahaan itu dan fasilitas yang paling penting. Semakin modern fasilitas maka semakin rendah harga pokoknya maka semakin mampu bersaing terutama dalam menentukan harga,” tambah Adnyana.
Seperti juga yang disampaikan oleh narasumber kedua, Ketua Umum Perhimpunan Perusahaan & Asosiasi (PPA) Kosmetika Indonesia Solihin Sofian. Dalam materinya yang mengenai Perkembangan Industri Kosmetika Lokal dalam Menghadapi Serbuan Produk Kosmetik Impor, ia mengatakan Indonesia harus memiliki kosmetik yang bisa menciptakan satu daya saing tinggi dari segi karakter, kualitas, dan harga.
Saat ini juga sudah banyak bermunculan start-up kosmetika baru serta dukungan regulasi dan stimulus pemerintah dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional. “Inilah tugas kita bersama, ayo eksplor bahan dasar Indonesia. Kita jadikan dia sebagai bahan baku dasar supaya kita tidak terikat dengan bahan baku luar negeri, dan agar kita bisa mengurangi importasi dan bisa meningkatkan devisa kita,” ajak Solihin untuk mendukung produk kosmetik lokal.
Materi selanjutnya mengenai Kebijakan Pemerintah dalam Perlindungan Industri Kosmetik Lokal yang dibawakan oleh Fungsional Analis Kebijakan Muda Kementrian Perindustrian Fitri Rahmawati, S.Si., Apt., M.Si. Berdasarkan UU Nomor 3 Tahun 2014 tentang Rencana Induk Pengembangan Industri Nasional, kosmetik termasuk dalam industri prioritas atau industri andalan. Kementrian Perindustrian juga terus berupaya untuk mengembangkan industri kosmetik menjadi industri yang berdaya saing.
Fitri menyampaikan kebijakan dan program pengembangan industri kosmetik nasional. “Antara lain pada peningkatan kualitas SDM pada industri kosmetik, pada peningkatan daya saing melalui fasilitas fiskal, dan pada pengembangan dan pemanfaatan kreativitas dan inovasi,” tutur Fitri. Ia juga menambahkan, “Tentunya ketika kita mengusulkan suatu kebijakan kami juga berkoordinasi dengan pelaku usaha, kira-kira seperti apa kebijakan yang diperlukan oleh industri saat ini,” tutupnya.
Kegiatan FGD ini mengundang pula Direktur Pengawasan Kosmetik BPOM Drs. Arustiyono, Apt., MPH., yang menyampaikan materi Pengawasan Impor Kosmetik bagi Perlindungan Konsumen. Setidaknya, setiap tahun BPOM menemukan kosmetik ilegal dan/atau mengandung bahan dilarang/bahan berbahaya sehingga tentu ada peluang untuk menggantikan produk kosmetik tersebut dengan produk yang lebih aman dan terpercaya.
“Di Indonesia masih sangat sedikit industri kosmetik, jadi potensi bisnis kosmetik di Indonesia masih sangat besar. Kemudian keinginan untuk mendirikan industri kosmetik harus lebih besar daripada negara Thailand dengan jumlah penduduk yang lebih kecil namun UKM dibidang kosmetik yang lebih banyak,” imbuh Arustiyono. (*ARS)
Bagikan :