Policy Brief Mengarusutamakan Bioekonomi di Indonesia
Indonesia adalah negara maritim yang ditaburi oleh lebih dari 17.000 pulau, terletak di khatulistiwa, bergunung, berlembah, memiliki laut dangkal dan laut dalam, bersuku-suku bangsa, beraneka ragam budaya menjadikan seluruh sumber daya alam yang dimilikinya begitu unik dan sarat dengan potensi bagi pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Keanekaragaman hayati baik di tingkat ekosistem, jenis, maupun gen memiliki arti penting sebagai pilar bagi kelangsungan pembangunan ekonomi, kehidupan sosial- budaya, dan menjaga keutuhan lingkungan hidup.
Konferensi Tingkat Tinggi di Rio de Janeiro tahun 1992 bersepakat untuk melindungi, memanfaatkan dan mendapatkan keuntungan seadil-adilnya dari keanekaragaman hayati tersebut dalam bentuk Konvensi Keanekaragaman Hayati (Convention on Biological Diversity, CBD) yang kemudian diratifikasi dengan UU No. 5 Tahun 1994. Konvensi ini menetapkan 3 obyektif yaitu konservasi, pemanfaatan secara berkelanjutan dan pembagian kekuntungan dari pemanfaatan keanekaragaman hayati. Untuk ketiga obyektif ini, telah disepakati pula Protokol Cartagena tentang keamanan hayati (biosafety) dan Protokol Nagoya tentang pembagian keuntungan dari pemanfaatan keanekaragaman hayati yang diratifikasi dengan UU No. 21 Tahun 2004 dan UU No. 11 Tahun 2013.
Namun demikian, kesadaran masyarakat tentang arti pentingnya keanekaragaman hayati masih sangat rendah. Kebijakan dan kegiatan untuk menjadikan keanekaragaman hayati sebagai soko guru pembangunan ekonomi untuk menopang pangan, kesehatan, dan energi masih jauh dari potensi yang terkandung di dalamnya. Sebaliknya, kerusakan lingkungan hidup dan kehilangan keanekaragaman hayati masih terus berlangsung. Deretan potret “menuju kerusakan massif dan punahnya keanekaragaman hayati” masih terjadi dengan dampak negatifnya seperti perubahan iklim, pemanasan suhu bumi, dan bencana alam.
Sementara itu biosain di negara maju mengalami kemajuan sangat pesat. Konvergensi ilmu ini dengan cabang ilmu lain telah mengantarkan keanekaragaman hayati menjadi bagian penting dari kegiatan ekonomi baru (bioekonomi). Berbagai produk baru dikembangkan dari keanekaragaman hayati dan proses ini telah mentransformasi banyak kediatan manufaktur secara luar biasa. Kegiatan bioekonomi di banyak sektor termasuk di sektor pertanian dan kesehatan/farmasi dan industri manufaktur tumbuh dan berkembang sangat cepat.
Kemitraan strategis pemerintah, akademisi, dan pelaku usaha dalam menghasilkan inovasi yang mengungkap nilai-nilai intrinsik (nilai-nilai yang terkandung dalam keanekaragaman hayati) sangat diperlukan Indonesia. Bioekonomi sarat dengan mata rantai ekonomi dan olehkarenanya mempunyai peluang sangat besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan.
Bioekonomi
Indonesia adalah mega biodiversity country. Sebagian besar keanekaragaman hayatinya bersifat endemik atau tidak dimiliki oleh bangsa manapun di dunia. Keanekaragaman hayati dengan keindahan lanskap ekosistem dan ragam budaya menjadi magnet luar biasa untuk melakukan investasi di bidang bioekonomi.
Pesatnya perkembangan biosain termasuk khususnya bioteknologi terbukti mampu meningkatkan nilai tambah keanekaragaman hayti. Nilai yang terkandung di dalam tumbuhan cemara Sumatera (Taxus sumatrana), kulim (Scorodocarpus borniensis), rotan jernang (Daemonorops draco), dan ikan bujuk (Channa lucius) merupakan sedikit contoh jenis keanekaragaman hayati yang potensinya sangat luar biasa dalam pembangunan dan pengembangan industri obat/farmasi di negeri ini (lihat Box).
Keunikan jenis fauna dan flora seperti badak bercula satu, komodo, orang utan, harimau, gajah, tapir, anoa, burung maleo, burung cendrawasih, dan biota laut dipadukan dengan keindahan landskap ekosistem dan keragaman budayanya dipastikan mempunyai daya tarik tersendiri, termasuk di bidang industri pariwisata (ecotourism industries).
Pengarusutamaan Bioekonomi dan Peluang dalam Agenda Pembangunan Nasional
Pengarusutamaan bioekonomi seharusnya menjadi prioritas pembangunan di seluruh sektor pembangunan di Indonesia. Peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator menjadi sangat sentral untuk mendorong berbagai pihak sesuai latar belakang dan kompetensinya untuk mendulang manfaat dan keuntungan sebesar-besarnya dari sumber daya alam khususnya keanekaragaman hayati Indonesia. Pemanfaatan keanekaragaman hayti secara bijaksana dan adil sekaligus dapat diarahkan untuk memberikan kontribusi lebih nyata bagi pencapaian berbagai target Sustainable Development Goals (SDGs).
Upaya pengarusutamaan bioekonomi tersebut harus diimbangi dengan meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat tentang arti pentingnya keanekaragaman hayati. Indonesia juga harus meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia untuk menterjemahkan potensi keanekaragaman hayati menjadi wujud yang lebih nyata melalui kegiatan bioekonomi. Pembelajaran tentang keanekaragaman hayati dari tingkat Pendidikan paling dasar hingga Perguruan Tinggi di Indonesia memerlukan inovasi terus menerus agar keanekaragaman hayati tidak lagi bersifat abstrak.
Bioekonomi dapat dijadikan soko guru untuk mendukung agenda pembangunan nasional berkelanjutan.
Seruan (call to action)
- Diperlukan peraturan perundangan yang lebih implementatif untuk memperkuat kelembagaan pengelolaan keanekaragaman hayati berdasar UU 5 Tahun 1994, UU No. 21 Tahun 2004, UU No. 11 Tahun 2013 dan peraturan perundangan lain yang terkait, sehingga upaya pelestarian, dan pemanfaatan secara berkelanjutan untuk mendulang keuntungan sebesar- besarnya bagi kemakmuran seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan;
- Diperlukan investasi untuk meningkatkan kapasitas riset, transisi bioinvensi dari laboratorium ke pasar, proses translasi serta regulasi yang dapat memperkokoh fondasi bioekonomi;
- Membangun koalisi lintas sektor di pemerintahan dalam seluruh tingkatan dan memperluas jejaring para pihak yang berkepentingan mengaktivasi aturan yang sudah ada (Indonesian Biodiversity Action Plan/IBSAP), dan memformulasikan kebijakan termasuk merevisi peraturan perundangan untuk menghilangkan kendala-kendala yang tidak perlu;
- Membuat program yang dapat membuka peluang untuk mendapatkan keuntungan, manfaat sosial, ekonomi dan menjaga keutuhan lingkungan hidup antara lain melalui pelaksanaan konsep Cagar Biosfer sebagai model pembangunan berkelanjutan;
- Mengaitkan agenda implementasi Indonesian Biodiversity Action Plan, IBSAP dengan anggaran APBN dan skema pendanaan lain seperti sukuk hijau, ecological fiscal trans- fer dan dana-dana yang dihimpun oleh Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH), skema pendanaan pihak swasta untuk kegiatan khusus seperti bio- prospeksi, pengembangan pangan fungsional, bioenergy initiative.
- Meningkatkan kemampuan untuk memahami niliai in- trinsik (nilai yang terkandung di dalam keanekaragaman hayati) dan mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan biosains dan bioteknologi bagi kepentingan pem- bangunan ekonomi nasional dan kepentingan umat manusia;
- Meningkatkan kemampuan sumber daya manusia, per- baikan mendasar mulai dari sistem pendidikan dan mate- ri ajar biologi dari tingkat Sekolah paling dasar sampai ke Perguruan Tinggi serta memperkuat infrastruktur riset;
- Penerapan dan penegakan hukum, penguatan kelem- bagaan, perluasan jejaring, dan dukungan pendanaan menjadi kunci penentu mengarusutamakan bioekonomi dan percepatan pencapaian target pembangunan berkelanjutan
Ucapan terimakasih
Policy Brief ini merupakan inti sari dari penyelenggaraan Workshop Nasional Bioekonomi di Jakarta pada tahun 2019 yang diselenggarakan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI) bekerjasama dengan Universitas Nasional (UNAS). Ucapan terima kasih secara tulus disampaikan kepada Yayasan KEHATI dan para mitra atas dukungan moril maupun finansial sehingga Workshop dapat berjalan dengan lancar dan sukses. Kepada seluruh peserta, kami haturkan terimakasih dan penghargaan atas kontribusinya.
Daftar Pustaka
Kartika R, T Barus, R Surbakti, and P Simanjuntak. 2012.
Structure characterization of alkaloid scorodocarpines deriva- tive from fruits of Scorodocarpus borneensis Becc (Olacaceae). Asian Journal of Chemistry.26, 18, 6047-6049.
Maxan M, and E Robin. 2012. National Bioeconomy Blueprint Released. (https://obamawhitehouse.archieves. gov/
blog/2012/26/national-bieconomy-blueprint-released
Shen YC, SS Wang, YL Pan, KL Lo, R Chakraborty, CT Chen, YH Kuo, and YC Lin. 2002. New Taxane Diterpenoids from the Leaves and Twigs of Taxus sumatrana. Journal of Natural Product. 65, 12, 1848–1852.
Sinaga E, S Suprihatin, and F Istiqomah. 2019. Efektivitas Suplementasi Ekstrak Daging Ikan Bujuk (Channa lucius) da- lam Mempercepat Penyembuhan Luka Diabetik. Majalah Far- masetika, 4, Supplement 1, 195-200.
Sinaga E, S Suprihatin, and N Saribanon. 2019. Ikan marga Channa, Potensinya sebagai Bahan Nutrasetikal. Unas Press. Jakarta.
Sri Purwantia SW, T Wahyuniab, and I Batubara. 2020. Anti- oxidant Activity of Daemonorops draco Resin. Jurnal Kimia Sains dan Aplikasi. 22, 5, 179-183.
Sukara E. 2014. Tropical Forest Biodiversity to provide food, health, and energy solution of the rapid growth of modern society. Procedia Environment Sciences, 20, 803 – 808
Sukara E, P Lisdyanti, H Yamamura, JY Park, Y Kuribara, N Sukarno., W Sjamsuridzal, K Ando, and Y Widyastuti. 2009. Potential of the Wallacea Biodiversity in Bioprospecting – Honoring the Past – Celebrating the Future. Berita IPTEK. 47, 1, 9– 18.
Bagikan :