Sextortion merupakan kejahatan pemerasan seksual yang terjadi di dunia maya. Para korban dibujuk untuk berbagi foto atau video bermuatan seks, kemudian pelaku memeras korban dengan ancaman akan menyebarkannya ke ranah publik – Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi, Azimah, S.Sos., M.Si., MBA.
Jakarta (Unas) – Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Nasional (Unas) menggandeng Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi (MTP) dalam melakukan penyuluhan bahaya sextortion kepada mahasiswa, di Exhibition Room Unas, Jumat (29/12/23).
Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi, Djujur Luciana Radjagukguk, S.Sos., M.Si. mengatakan, kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan bahaya sextortion kepada mahasiswa, serta cara pencegahannya.
“Sextortion ini sering kali terjadi di kehidupan anak muda khususnya mahasiswa. Banyak dari mereka yang kurang sadar mengenai dampak buruk dari sextortion, sehingga penting untuk diberikan penyuluhan,” ucapnya dalam sambutan.
Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan, Kerja Sama dan SDM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unas, Dr. (C) Angga Sulaiman, S.I.P., M.A.P. menuturkan bahwa masalah tersebut kerap terjadi karena semakin pesatnya perkembangan teknologi dan konten di media sosial.
“Penyuluhan ini merupakan bukti dari tindak tegas Program Studi Ilmu Komunikasi untuk menolak segala bentuk sextortion di media sosial yang tengah berkembang di kalangan mahasiswa,” ujarnya.
Ketua Umum Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi, Azimah, S.Sos., M.Si., MBA. mengatakan, sextortion merupakan kejahatan berbasis digital yang saat ini marak terjadi di kalangan anak-anak dan remaja.
“Sextortion merupakan kejahatan pemerasan seksual yang terjadi di dunia maya. Para korban dibujuk untuk berbagi foto atau video bermuatan seks, kemudian pelaku memeras korban dengan ancaman akan menyebarkannya ke ranah publik,” jelasnya.
Ia melanjutkan, ancaman ini bisa datang dari orang asing yang dikenal secara daring, maupun orang terdekat yang mencoba mengendalikan korban. Kejahatan tersebut banyak terjadi di media sosial, aplikasi kencan, dan aplikasi video.
“Ujung dari tindak kejahatan ini ialah pemerasan setelah korban mengirimkan foto atau video porno dirinya. Pelaku kemudian mengancam untuk menyebarkannya kecuali korban memberikan sejumlah uang,” tutur Alumni Unas itu.
Berangkat dari masalah tersebut, Azima menegaskan bahwa mahasiswa harus bisa membentengi diri dari kejahatan sextortion, mengingat semakin bebasnya akses semua orang di dunia maya.
“Mahasiswa harus bisa memfilter sendiri isi konten yang menuju ke arah pornografi. Selain itu, berhati-hatilah dengan seluruh pertemanan di platform media sosial dengan memperkuat pengaturan privasi,” paparnya.
Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Unas, Yudha Pradhana, S.I.Kom., M.Si. menuturkan bahwa saat ini Unas sudah memiliki Satgas Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) sebagai bentuk tindak tegas mencegah dan menangani kasus tersebut di lingkungan kampus.
“Bagi para mahasiswa, dosen, maupun karyawan Unas yang merasa dirinya telah menjadi korban segala bentuk kekerasan seksual, baik verbal, non fisik, fisik, atau melalui digital silakan untuk bisa menghubungi Satgas PPKS,” imbuhnya.
Kegiatan ini dilanjutkan dengan penandatanganan Memorandum of Agreement (MoA) antara FISIP Unas dengan Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi, serta Implementation Agreement (IA) antara Program Studi Ilmu Komunikasi Unas dengan Perhimpunan Masyarakat Tolak Pornografi.
Turut hadir Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi, Nursatyo, M.Si., Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi Mira Adita Widianti, S.I.Kom., M.I.Kom. selaku moderator, serta para dosen dan mahasiswa.(NIS)
Bagikan :