Jakarta (UNAS) – Dosen pariwisata FEB UNAS berkolaborasi dengan mahasiswa melalui Himpunan Mahasiswa Pariwisata (Himapar) UNAS mengadakan kegiatan workshop pemanfaatan limbah plastik. Kegiatan dilaksanakan secara daring pada Kamis (27/1/2022).
Wisatawan tentu mendambakan objek wisata yang asri dan nyaman. Salah satu indikator utamanya tentu ialah kebersihan. Kebersihan bukan hanya sebagai tanggung jawab pengelola namun juga wisatawan yang membawa sampah tersebut. Umumnya limbah sampah yang dihasilkan adalah sampah plastik.
Kaprodi Pariwisata FEB UNAS Ramang Husin Demolingo, S.S., M.Par., mengatakan dalam pemanfaatan limbah plastik banyak yang dapat kita lakukan. Diantaranya dengan melakukan webinar bertajuk Workshop Pemanfaatan Limbah Plastik untuk Mendukung Keberlanjutan Pariwisata dan Lingkungan. “Kalau berbicara tentang plastik kita bisa ketahui bahwa plastik sudah sangat mengganggu lingkungan dalam kehidupan kita sehari-hari,” ujarnya.
Selaku kaprodi, Ramang, mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi oleh tiga dosen dari Prodi Pariwisata FEB UNAS yaitu Lilian Dewi, S.S., M.M.Par., Ulfi M, Stt.Par., M.Par., dan Gagih Pradini, S.Par., M.M. Tentunya penyelenggaraan ini turut dibantu oleh para mahasiswa. Dari penyelenggaraan kegiatan ini, Ramang berharap kedepan akan menghasilkan kegiatan dengan ide-ide yang cemerlang.
“Saya berharap ke depan webinar-webinar lebih menarik lagi topik-topiknya untuk bisa dimanfaatkan dalam kegiatan webinar kita,” harap Ramang.
Pada kesempatan ini, pembicara sekaligus pemandu workshop yaitu Founder Kertabumi Recycling Center Muhammad Ikbal Alexander. Berangkat dari keprihatinannya saat mengunjungi salah satu objek wisata yang penuh dengan sampah, ia ingin berbagi ilmu mengenai sampah khususnya plastik dan bagaimana mendaur ulangnya.
Dalam pemaparannya, terdapat studi kasus limbah sampah di Pantai Kuta, Bali. Ia menyampaikan bahwa jumlah kedatangan turis berbanding lurus dengan jumlah sampah yang dihasilkan. Baginya itu merupakan hal yang normal dan seharusnya dapat diprediksi. Namun jika penumpukan sampah hingga berserakan masih terjadi, maka terdapat kesalahan tata kelola atau governments.
“Saya pikir kalau masalah sampah di Indonesia atau sampah di dunia ada dua isu yang harus kita fokuskan. Pertama adalah tata kelola atau governments. Kedua adalah perilaku membuang sampah atau behaviour-nya,” ungkap Ikbal, panggilan akrabnya.
Tata kelola yang tidak rapih seperti tidak diangkat atau tidak ada plang pembuang sampah. Serta perilaku wisatawan yang meskipun sudah disediakan tempat sampah. Selain berdampak langsung, timbunan sampah juga dapat berdampak panjang terhadap ekosistem wisata khususnya wisata alam.
“Kebanyakan di Indonesia berfokus terhadap pariwisata alam, tapi ketika alamnya rusak karena sampah akhirnya akan mengurangi kunjungan wisatawan. Akhirnya akan berdampak terhadap penurunan pendapatan dari lokasi pariwisata. Sampai akhirnya penurunan jumlah perekonomian,” ucapnya.
Paradigma “buanglah sampah pada tempatnya”, sebut Ikbal, sudah tidak relevan lagi di abad 21. Hal ini karena hanya memindahkan masalah dari rumah atau tempat wisata ke TPA. “Yang relevan sekarang dan yang harus dilakukan disemua tempat pariwisata adalah membuang sampah sesuai jenisnya. Serta, paradigma diawal harus dicegah,” lanjut Ikbal.
Adapun daur ulang menjadi urutan terakhir sebelum masuk TPA. Hal ini karena daur ulang membutuhkan energi, biaya, dan kemampuan. Terdapat dua metode daur ulang plastik yang dipaparkan oleh Ikbal. Pertama, metode padat karya dengan skala rumah tangga. Produk yang dihasilkan antara lain seperti tas, pouch, dan lainnya dengan metode jahit atau rajut. Kedua, metode padat modal dengan skala industri kecil. Biasanya menghasilkan produk seperti meja, kursi, batako, jam dinding, dan sebagainya.
Sebelum memasuki sesi workshop membuat wadah handphone menggunakan plastik bekas. Ikbal mengingatkan, apapun produk yang akan dihasilkan dan dijual perlu dipastikan sudah ada peminatnya. Terakhir, kegiatan webinar ditutup dengan hiburan seperti games, doorprize, dan penampilan musik. (*ARS)
Bagikan :