JAKARTA – Rika Safira, alumni Fakultas Biologi Universitas Nasional (UNAS) ini berhasil menarik perhatian orang di sekitarnya. Dara cantik berusia 26 tahun ini memilih pekerjaan yang tak biasa. Jika kebanyakan perempuan bekerja dalam ruangan, namun Rika lebih memilih untuk bekerja dalam hutan. Alumni angkatan 2008 UNAS ini merupakan komandan perempuan dalam misi penyelamatan orangutan di Hutan Kehje Sewen Kalimantan pada rilis ke-12.
Gayanya yang kasual dengan balutan kemeja dan celana panjang, Rika terlihat cantik tiap kali hendak bertolak ke Hutan Kehje Sewen. Gadis kulit putih ini merupakan coordinator database administrasi pelepasliaran orangutan di hutan Kehje Sewen yang dikelola PT. RHOI di Kutai Timur, Kalimantan Timur. Tinggal di hutan sendiri hingga berbulan bulan merupakan pekerjaan yang kerap dilakukannya. Baginya, pekerjaan ini adalah ibadah dan sebagai liburan.
“Saya lebih menganggap ini bagian ibadah. Melepasliarkan orangutan sama dengan menyelamatkan hutan. Sedangkan manusia sangat butuh hutan untuk oksigen. Jadi, sama halnya dengan menyelamatkan jutaan manusia di muka bumi ini,” ungkapnya.
Sejak mahasiswa, Rika sendiri sudah mempelajari primata lainnya, namun orangutan lah yang paling membuatnya tertarik. Oleh karena itu, sebelum lulus pun ia sudah mendalami sifat dan perilaku orangutan. Menurutnya, hutan belantara merupakan tempat yang bebas untuk orangutan, Rika ingin sekali menyelamatkan orangutan dengan mengembalikan ke rumahnya mengingat populasi orangutan sendiri dewasa ini sudah berkurang.
Gadis kelahiran Semarang, 28 Januari 1991 ini mengaku sudah menyukai orangutan sejak dulu. Tahun 2015 ia mendapatkan tugas membuka kandang membebaskan orangutan di Hutan Kehje Sewen. “Melihat mereka berlari, saya seperti merasakan kebebasan mereka. Sejak saat itu, saya bertekad untuk tetap terlibat dalam misi penyelamatan orangutan,” kata Rika.
Perjalanannya dalam pekerjaan ini melewati proses yang panjang. Banyak orang menyangkal bahwa pekerjaan di sebuah yayasan konservasi orangutan terlihat sederhana, namun Rika bersama dengan tim nya dapat melaksanakan pelepasliaran ini dengan baik.
Rika juga menuturkan bahwa orangutan yang berada di lembaga konservasi rata-rata sudah akrab dengan manusia, terlebih jika mereka tidak memiliki keluarga. Untuk melepaskan orangutan tersebut melewati proses yang panjang, mereka harus dididik terlebih dahulu lalu dibebaskan ke hutan. “Mereka harus benar-benar siap hidup di hutan, karena itu seleksi alam,” tambahnya.
Sikapnya yang tegas dalam misi penyelamatan merupakan ciri khas dari Rika. Ia juga selalu menyempatkan diri melihat-lihat orangutan yang tersisa dalam kadang saat berkunjung ke Samboja Lestari. Ia sangat berharap bagaimana caranya semua orangutan yang ada di kandang bisa dilepasliarkan. Karena memang tugasnya dengan tim adalah merawat, menyelamatkan dan mengembalikan orangutan tersebut ke rumahnya.
Banyak pelajaran yang telah diperolehnya setelah setahun bekerja di BOSF. Tidak hanya mengenai penyakit dan orangutan saja tapi juga team work building. Selain itu, Rika juga banyak mendapat teman-teman baru seperti tim dari BKSDA bahkan penegak hukum. “Bekerja untuk konservasi tentu networking-nya semakin luas, saya tidak merasa bosan.” Tutupnya.
Gadis ini begitu yakin dengan pilihannya untuk bekerja dalam penyelamatan orangutan. Berjalan kaki selama belasan kilometer dalam hutan adalah hal yang biasa baginya. Hal tersebut membuatnya terpilih menjadi komandan pelepasliaran orangutan di Kehje Sewen. Apa yang dilakukannya diikuti dengan hati dan niat. Naik mobil tak berpintu, menyusuri sungai dengan arus yang deras, berpapasan dengan hewan liar, berjalan di tepi jurang, adalah hal biasa yang ia lakukan.
Pekerjaannya saat ini tidak terlepas dari dukungan orangtua. Awalnya, kedua orangtua Rika pernah khawatir dengan anak perempuannya yang sering tinggal di hutan, alasannya adalah keselamatan. Apalagi banyak beredar cerita bahwa hutan Kalimantan adalah hutan Rimba yang didalamnya banyak binatang buas. “Dulu waktu pertama kerja, ibu sangat khawatir. Namanya orangtua tentu akan merasa takut anaknya berlama-lama di hutan. Tapi saya yakinkan, saya akan baik-baik saja. Sebab, walau pekerjaan itu sulit, Tuhan akan selalu melindungi orang-orang yang berniat baik untuk kebaikan sesama,” jelasnya.
Hal yang dilakukan Rika untuk membuat orangtuanya tidak lagi khawatir adalah rutin berkomunikasi. Menurutnya, walau sudah mandiri, komunikasi dengan orangtua penting dan tidak boleh putus, apapun yang ia lakukan akan diceritakan ke orangtua. Sehingga lambat laun orangtuanya tidak lagi takut tetapi senang mendengar pengalaman-pengalaman itu.
Bagikan :