Kehidupan di bumi takkan terpisahkan dari peran biodiversitas, baik sebagai sumber pangan dan obat-obatan, sandang, papan, maupun kebutuhan lain, baik yang sudah dibudidayakan maupun yang masih liar. Kekayaan biodiversitas merupakan modal kehidupan yang dapat dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan pembangunan suatu negara. Kekayaan ini merupakan anugerah yang harus dimanfaatkan sebagai modal dasar pembangunan untuk kesejahteraan masyarakat Indonesia dan tidak akan pernah habis jika dimanfaatkan dengan konsep sustainable use.
Dalam rangka memeringati Hari Bumi Sedunia yang jatuh pada tanggal 22 April, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tumbuhan Obat, Pusat Kajian Lingkungan dan Konservasi Alam, Fakultas Biologi Universitas Nasional (Fabiona) serta Lembaga Penelitian dan Pengabidan Masyarakat (LPPM) menyelenggarakan Seminar Nasional Biodiversitas untuk Kehidupan bertajuk “Kondisi Ekologis, Potensi, dan Pengembangan Biodiversitas Indonesia untuk Keseimbangan Kehidupan di Bumi”, di Aula Blok I Lantai 4, Sabtu (21/4).
Ketua Pelaksana Imran S.L. Tobing menjelaskan pemanfaatan biodiversitas Indonesia umumnya masih terbatas pada pemanfaatan langsung dengan eksploitasi secara ilegal dan diperdagangkan secara gelap (illgal trading). “Seminar ini bertujuan untuk menciptakan sarana diseminasi hasil riset para peneliti, dosen, dan mahasiswa, baik institusi penelitian maupun perguruan tinggi seluruh Indonesia, serta menghimpun hasil-hasil riset tentang biodiversitas Indonesia untuk mengungkap potensi permasalahan biodiversitas Indonesia,” ujar Imran yang juga sebagai Dekan Fabiona dan Ketua Pusat Kajian Lingkungan dan Konservasi Alam UNAS.
Lebih lanjut, Imran mengatakan, pemanfaatan yang belum sepenuhnya menerapkan konsep berkelanjutan, pemanfaatan yang kurang terkontrol, dan pelanggaran terhadap ketentuan yang telah digariskan, telah mengakibatkan gradasi biodiversitas, meningkatnya keterancaman biodiversitas Indonesia, dan menimbulkan berbagai krisis ekologi yang sangat merugikan bumi Indonesia. Model pemanfaatan yang tidak terpola, pemanfaatan yang hanya memberatkan kepentingan ekonomi kekinian saja telah menjadikan Indonesia sebagai biodiversity hotspot country, negara dengan biodiversity paling terancam di dunia.
Trend pemanfaatan biodiversitas selama ini masih terbatas pada beberapa jenis saja mengikuti permintaan pasar, padahal biodiversitas Indonesia sangat kaya dengan potensi, yang bahkan masih belum terungkap. Riset terhadap kekayaan biodiversitas Indonesia sangat perlu digalakkan untuk mengungkap potensi biodiversity Indonesia. Juga pengembangan mutlak harus segera dilakukan agar biodiversity Indonesia mempunyai nilai tambah sehingga lebih berdaya guna bagi kehidupan, sekaligus dapat menjaga keseimbangan ekosistem bumi.
Dalam Seminar Nasional ini juga digelar panel discussion yang diikuti hampir 100 pemakalah yang berasal dari beberapa provinsi di Indonesia, di antaranya Jakarta, Jawa Barat, Banten, Lampung, Riau, Jawa Timur, Kalimantan Utara, dan Kalimantan Barat. Hasil-hasil penelitian tersebut dipresentasikan, direncanakan dan akan diterbitkan dalam suatu posiding seminar yang diharapkan menjadi bagian dari sumbangsih para peneliti dalam upaya mengungkap berbagai alternatif model pemanfaatan bidoversitas Indonesia untuk menjaga keseimbangan kehidupan di bumi.
Turut hadir sebagau keynote speaker yaitu Prof. Dr. Ernawati Sinaga, MS.Apt dengan topik Etnofarmakologi tumbuhan Zingiberaceae di Indonesia dan Prof. Dr. Sutyarso, M.Si. dari Universitas Lampung dengan topik Biodiversitas sebagai anti-aging dan afrodisiak. Selain itu, Seminar Nasional ini juga dihadiri Invited Speaker, yaitu Dr. Dolly Priatna, M.Si. (Head of Landscape Conservation Asia Pulp & Paper Group) dengan topik Peran Sektor Swasta Dalam Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca untuk Keseimbangan Kehidupan di Bumi.
Peluncuran Buku
Sebagai salah satu rangkaian acara Seminar Nasional, juga dilakukan peluncuran buku berjudul “Upaya Menuju Green Hospital Melalui Program Keanekaragaman Hayati di Lingkungan Rumah Sakit Kanker Dharmais”. Buku ini merupakan hasil kerjasama antara Biodiversity Warriors Yayasan Keanekaragaman Hayati (KEHATI) dengan Rumah Sakit Kanker Dharmais, BSsC Indonesia Prodi Magister Biologi, Sekolah Pascasarjana Universitas Nasional dan Fakultas Biologi Universitas Nasional.
Staf Edukasi & Outreach Yayasan KEHATI ahmad Baihaqi menyampaikan, melalui pembinaan terus-menerus Biodiversity Warriors (BW) terlah berhasil meningkatkan kualitas anggotanya dalam melaksanakan aktivitas mereka, sehingga muncul kepercayaan dari berbagai pihak bekerja sama mengenalkan keanekaragaman hayati Indonesia. Melalui kerjasama dengan Rumah Sakit Kanker Dharmais (RKSD), BW mendapatkan kesempatan untuk melakukan pengamatan keanekaragaman hayati di lingkungan RSKD. Hasil pengamatan tersebur kemudian dirangkum dan disusun menjadi buku.
“Buku yang disusun oleh BW ini merupakan wujud kepercayaan suatu institusi seperti RSKD terhadap generasi muda. Selain itu, melalui buku yang berisi tentang keanekaragaman jenis jamur, flora, dan satwa liar perkotaan di sekitar RSKD ini menunjukkan lingkungan rumah sakit dapat menjadi habitat bagi satwa perkotaan, sehingga dapat menjadi laboratorium alam untuk mengenali keanekaragaman hayati,” tandas Abay panggilan Akrab Ahmad Baihaqi yang juga tercatat sebagai mahasiswa Prodi Magister Biologi, Sekolah Pascasarjana, Universitas Nasional Jakarta.
Pada kesempatan yang sama, Ketua Program Stusi Magister Biologi Universitas Nasioanl Dr. Tatang Mitra Setia mengatakan sebuah konsep ekologi jika diterapkan dalam suatu pengelolaan akan menjadi interkasi antara sesama makhluk hidup dan makhluk hidup dengan lingkungannya. Pengunaan label green pada suatu pengelolaan bertujuan agar fungsi ekologis dapat berjalan dan terjadi interkasi antar kehidupan dan antar kehidupan dengan lingkungan menjadi seimbang.
“Green Hospital merupakan sebuah konsep rumah sakit yamg didesain dengan memberdayakan potensi alam sebagai sumber daya utama sehingga ramah terhadap lingkunga. Selain itu, juga dapat lebih menghemat pengeluaran energi serta menekan pencemaran lingkungan. Oleh sebab itu, keberadaan rumah sakit beserta kawasan sekitarnya dengan hijauan pepohonan berfungsi juga sebagai kawasan ruang terbuka hijau (RTH). Kawasan RTH akan memiliki nilai yang tinggi jika diimbangi juga dengan keberadaan keanekaragaman hayati lainnya, misalnya burung, capung, dan kupu-kupu,” ujar Tatang
Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais Prof. dr. Abdul Kadir, PhD, Sp.THT.KL (K), MARS menjelaskan rumah sakit ramah lingkungan atau lebih dikenal dengan istilah Green Hospital sebagai Sustainable Hospital, saat ini sudah menjadi kebutuhan dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan pada masyarakat. Salah satu indikator pengelolaan atau kualitas lingkungan di rumah sakit adalah adanya keseimbangan ekosistem di lingkungan tersebut dengan keberagaman dan kekayaan spesies atau keanekaragaman hayati yang hidup di dalamnya. (*DMS)
Bagikan :