Jakarta (Unas) – Sehubungan dengan adanya Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals) atau SDGs yang berlaku sejak 2016 hingga 2030, Universitas Nasional (Unas) melalui Pusat Pengajian Islam (PPI) memfasilitasi pembelajaran jarak jauh sebagai upaya melestarikan lingkungan sebagai salah satu target SDGs.
Dengan mengemban tema People and Planet: Faith in the 2030 Agenda, Upaya tersebut dilakukan dengan mengadakan kursus singkat yang diikuti oleh 6 negara yakni Swedia, Kenya, Bosnia dan Herzegovina, Indonesia, Afrika Selatan dan Yordania, pada 16-18 Maret 2020. Dalam metode ini, Unas mengorganisir pembelajaran dengan menggunakan teknologi video conference dalam waktu yang bersamaan.
“Penyelenggaraan kursus jarak jauh ini sekaligus upaya ‘go green’ dengan mengurangi dampak perubahan iklim dengan tidak harus terbang ke satu tempat dan digital. Pengaturan digital akan memungkinkan dialog jaringan dan kebijakan melalui streaming antara pusat studi (Learning Hubs), yang akan berpartisipasi dalam waktu terjadwal walaupun dalam zona waktu yang terpisah,” ujar Dr. Fachruddin Mangunjaya, koordinator PPI Unas, pada Senin (16/03).
Menurut Fachruddin, dalam mencapai target Agenda 2030, perlu adanya kontribusi masyarakat adat dan berbagai pemangku kepentingan guna memperdalam pengetahuan dan pemahaman tentang iklim dan lingkungan. Selain itu, juga organisasi dan lembaga berbasis agama dan non agama di sekitar Agenda SDGs. Namun, tidak semuanya memiliki kesempatan untuk bertatap muka dalam jarak dan waktu yang sama, pembelajaran jarak jauh dapat menjadi solusi tercepatnya.
“Saat ini pembelajaran jarak jauh juga sedang digencarkan mengingat terbatasnya jarak dan keamanan dari suatu kondisi yang telah menggemparkan dunia. Kegiatan ini benar-benar berbeda dari aktifitas biasa dengan bertukar pengalaman pembelajaran global juga berfungsi untuk memfasilitasi kemitraan lokal, regional dan global yang inovatif, untuk memungkinkan mobilisasi sumber daya dan tindakan kolektif untuk planet yang lebih berkelanjutan,” ungkapnya.
Sementara itu, kursus singkat dengan menggunakan teknologi video conference juga memungkinkan adanya respon yang cepat dalam mendistribusikan pengetahuan dan aksi-aksi terhadap lingkungan. “Kita harus tau dan tanggap dalam merespon adanya tantangan-tantangan lingkungan terkait global agenda pada tahun 2030. Harus tau inovasi dan pendekatan yang dilakukan seperti apa,” tambah Fachruddin.
Senada dengan hal tersebut, Anastasia Trinita Hesti Susanti selaku pembicara dari Eco Learning Camp Foundation Indonesia mengatakan, dengan adanya video conference ini peserta diskusi bisa berinteraksi dengan orang lain dari zona waktu yang berbeda dan bisa seolah-olah bertatap muka dengan memanfaatkan kecanggihan teknologi. “Artinya ini teknologi tidak memisahkan kita dan dengan adanya teknologi memudahkan kita supaya bisa bersama-sama mendapatkan informasi secara real time,” jelasnya.
Sedangkan dalam upaya menjaga lingkungan, Hesti mengungkapkan bahwa hal sederhana yang bisa dilakukan oleh masyarakat adalah membawa tempat minum sendiri, tidak berlebihan dalam menggnakan tissu, serta mengurangi minum menggunakan botol kemasan.
Dalam kegiatan tersebut, Katarina Veem dari Stockholm International Water Institute (SIWI) mengatakan, agenda 2030 merupakan agenda global yang perlu didiskusikan. Setiap elemen masyarakat dari berbagai negara harus memiliki strategi dan pengetahuan agar mencapai target tersebut.
“Kita harus fokus bersama-sama terutama dalam upaya melestarikan lingkungan sebagai fokus utama. Setiap negara memiliki ciri khas lingkungannya masing-masing, namun kita perlu berdiskusi langkah apa yang bisa dilakukan bersama agar mencapai target Agenda 2030,” jelas Katarina. Penyelenggaraan kursus ini didukung oleh Swiss Development Agency (SIDA), Faith for Earth Initiative UNEP, SIWI dan Badan Perlindungan Lingkungan Swedia.
Bagikan :