Jakarta (UNAS) – Para ilmuwan dan masyarakat Indonesia menyerukan Rusia dan Ukraina berdamai. Hal ini, disampaikan dalam diskusi “International Talk 2022” yang digelar oleh Universitas Nasional.
Diskusi yang bertema “Rusia dan Ukraina: Mendorong ke Arah Jalan Perdamaian” menghadirkan Guru Besar Ilmu Politik Unas Prof. Dr. Maswadi Rauf, M.A., Pemerhati Politik Internasional Prof. Dr. Yuddy Chrisnandi, M.E., Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Dr. Vasyl Hamianin, dan Pakar Rusia dari UI Dr. Ahmad Fahrurodji.
Penggagas diskusi “International Talk 2022” Dr. Robi Nurhadi mengatakan bahwa situasi Rusia dan Ukraina masih bisa kembali ke garis perdamaian dengan tiga hal. Pertama, kembali ke Memorandum Minsk tahun 2014 yang ditandatangani Rusia-Ukraina dengan melibatkan OSCE, Perancis, Jerman. Kedua, kedepankan diplomasi perdamaian ‘ala Slavia’ (po-slavianski) yang lebih kekeluargaan. Ketiga, normalisasi masalah kemerdekaan Region Luhansk dan Donetsk yang berbatasan dengan Rusia.
“Dengan demikian, konflik yang berawal dari peristiwa Lapangan Maidan di Kyiv tersebut akan menemukan solusi perdamaian yang bisa diterima kedua-belah pihak,” ujar Robi pada International Talk 2022, Kamis (24/2/2022).
Duta Besar Ukraina untuk Indonesia Dr. Vasyl Hamianin menyatakan bahwa ia dan segenap masyarakat Ukraina akan terus berjuang menjaga dan mempertahankan negaranya. Melalui kesempatan itu, Ia mengingatkan kepada Rusia bahwa jika perang berlangsung konsekuensinya akan banyak menelan banyak korban dan konflik bersenjata dapat merugikan kedua belah pihak.
Ia pun meminta kepada Indonesia dan negara-negara lain untuk mendukung kedaulatan serta integritas teritorial Ukraina. “Sekali lagi kami menyerukan kepada Indonesia dan negara-negara di dunia untuk mendukung kami dalam kebebasan dan masa depan kami,” ujar Vasyl.
Pakar Rusia dari Universitas Indonesia Dr. Ahmad Fahrurodji mengatakan bahwa upaya mencari jalan perdamaian dalam konflik antara Rusia dan Ukraina perlu dilakukan dengan pendekatan kultural. “Selain itu, penyelesaian juga dapat melalui ranah diplomasi dengan penyelesaian konflik kekeluargaan karena bangsa Rusia dan Ukraina merupakan satu keturunan (ala ‘slavia) atau ala Slavia Timur,” kata Ahmad.
Ia menambahkan bahwa Indonesia dapat mengambil peran dalam upaya pencarian pemecahan secara damai dan konstruktif antara Rusia dan Ukraina. Sebab hal ini, sesuai dengan yang diamanatkan konstitusi untuk turut melaksanakan ketertiban dunia.
“Saatnya Indonesia membalas jasa kedua bangsa ini dengan menjembatani dialog antara Rusia dan Ukraina dan menjauhkan penggunaan kekuatan bersenjata yang pasti justru akan merugikan kedua bangsa bersaudara itu sendiri,” ucapnya.
Dalam kesempatan yang sama, Pemerhati Politik Internasional Prof. Dr. Yuddy Chrisnandi, M.E. mengatakan bahwa ia percaya Rusia dan Ukraina tidak menghendaki konflik senjata karena masih ada jalur diplomasi yang masih bisa menjadi jalan perdamaian. Namun, adanya provokasi dari negara-negara lain menjadikan ketegangan antar kedua negara menjadi memanas.
Ia menambahkan bahwa perlu ada pihak yang mampu menjembatani konflik ini sehingga tidak memicu hal-hal yang tidak diinginkan. Ia pun meminta pemerintah Indonesia untuk mengambil sikap dengan menegakkan prinsip-prinsip universal, menegakkan prinsip-prinsip non agresi, menegakkan prinsip-prinsip penghormatan kepada wilayah integritas sebuah bangsa dan kedaulatan serta prinsip-prinsip kemerdekaan.
“Indonesia tidak mengambil sikap dengan membela satu pihak, karena kedua negara merupakan negara sahabat namun sikap yang diambil perlu berdasarkan nilai-nilai universal tersebut. Dan sebagai negara sahabat dari keduanya, Indonesia berkepentingan menjembatani keduanya melalui proses diplomasi jalan yang damai. Indonesia saya yakin memiliki kewibawaan untuk mengajak keduanya berunding, sehingga perdamaian dunia akan terwujud,” jelasnya. (*DMS)
Bagikan :