Jakarta (UNAS) – Elang Bondol merupakan hewan endemik yang keberadaannya terancam punah. Hal ini, diakibatkan aktivitas perburuan ilegal, penjualan di pasar gelap, dan hasrat untuk memeliharanya. Ditambah, pesatnya pembangunan di ibukota turut menyumbang kerusakan habitat lingkungan tempat tinggal bagi Elang Bondol.
Keberadaan hewan bernama latin Haliastur indus itu hanya dapat ditemui di kawasan kepulauan seribu dan saat ini tercatat populasi Elang Bondol kini jumlahnya hanya tersisa sekitar 32 ekor dan beberapa diantaranya sedang direhabilitasi di Pulau Kotok, Kepulauan Seribu.
Upaya dalam melestarikan hewan endemik tersebut terus dilakukan sejak tahun 2017, upaya konservasi Elang Bondol telah memberikan dampak yang cukup signifikan. Dalam upaya untuk ikut melestarikan Elang Bondol, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat Universitas Nasional (LPPM UNAS) bersama dengan Pertamina (Persero) meluncurkan buku berjudul “Mengepakkan Kembali Sayap Sang Maskot di Langit Jakarta”.
“Untuk itu, buku ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan motivasi untuk bersama-sama melakukan upaya pelestarian hewan yang dilindungi, termasuk salah satunya adalah Elang Bondol,” ujar Ketua LPPM UNAS Dr. Ir. Nonon Saribanon, M.Si. dalam keterangan nya pada Senin (18/01).
Upaya Konservasi Elang Bondol
Penyelamatan burung Elang Bondol di Pulau Kotok melalui konservasi insitu, hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor P.31/Menhut-11/2012 tentang Lembaga Konservasi, Pusat Rehabilitasi Satwa (PRS} adalah tempat untuk melakukan proses rehabilitasi, adaptasi satwa dan pelepasliaran ke habitat alaminya. Program penyelamatan dan reintroduksi elang bondol di Pulau Kotok ini merupakan kerja sama antara Jakarta Animal Aid Network (JAAN} dengan Taman Nasional Laut Kepulauan Seribu, Pertamina dan Departemen Kehutanan.
“Program ini bertujuan untuk menyelamatkan elang bondol yang merupakan simbol kebanggaan dari Jakarta tetapi sekarang terancam punah karena perdagangan illegal,” kata Nonon.
Jakarta Animal Aid Network (JAAN) tidak hanya fokus pada kegiatan penyelamatan, rehabilitasi serta pelepasliaran, tetapi juga sebagai penyedia tempat pemeliharaan untuk satwa yang tidak dapat dilepasliarkan. Satwa yang berada di JAAN merupakan hasil sitaan maupun hasil penyerahan sukarela dari pemeliharaan masyarakat. Satwa yang berhasil disita atau diserahkan secara sukarela kemudian ditampung dan dirawat.
“Elang yang berada di luar habitat alami selain di lembaga konservasi hendaknya dikembalikan ke alam untuk menjaga sifat alami dan meningkatkan jumlah populasi di alam. Untuk menjaga populasi di alam agar tidak mengalami penurunan drastis maka diperlukan upaya pemulihan populasi dengan kegiatan pelepasliaran. JAAN disini mendukung penyelamatan dan program reintroduksi Elang Bondol,” tandasnya.
Saat ini, Elang bondol dilindungi oleh Peraturan Republik Indonesia UU No. 5 tahun 1990 dan diatur dalam PP No. 7 tahun 1999 dan Peraturan Menteri KLHK No. 106 tahun 2018. Selain itu, International Union for Conservation of Nature (IUCN) menetapkan status Elang Bondol sebagai Least Concern (risiko rendah). Sementara, Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES) memasukkannya ke dalam Appendiks II yaitu satwa yang terancam punah. (*DMS)
Bagikan :