Jakarta (UNAS) – Sebagai bentuk Pengabdian Kepada Masyarakat, Fakultas Hukum UNAS menggelar Webinar nasional tentang perjanjian pra-nikah secara daring. Webinar dengan tema “Urgensi dan Manfaat Perjanjian Kawin Serta Kedudukan Prosesi Adat Dalam Syarat Sah Perkawinan di Masa Pandemi” adalah upaya preventif untuk mengantisipasi terjadinya konflik sebelum melakukan perkawinan. Perjanjian perkawinan merupakan istilah yang diambilkan dari judul Bab V UU No.1 th 1974 yang berisi satu pasal, yaitu pasal 29.
Menurut dosen Fakultas Hukum Albert Tanjung, S.H., M.Kn., C.L.A., setiap orang yang melakukan perkawinan maka seluruh harta yang mereka dapatkan dari perkawinan itu akan menjadi harta bersama bagi. “Jika pasangan suami istri tidak melakukan perjanjian kawin, maka seluruh harta yang ia punya adalah menjadi harta bersama kecuali harta tetap seperti rumah, tetapi ketika pasangan ini melakukan perjanjian maka soalnya tadi saya sampaikan melalui harta bersama menjadi tidak ada artinya harta mereka masing-masing bagaimana di dalam ini dijelaskan bahwa perjanjian perkawinan dapat dilakukan sebelum perkawinan itu dilangsungkan,” ungkapnya.
Perjanjian kawin adalah perjanjian (persetujuan) yang dibuat oleh calon suami isteri, sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka.
Lebih lanjut, narasumber lainya Devarita, S.H., Sp.N., M.H., sebagai notaris dan dosen Fakultas Hukum Universitas Nasional juga menjelaskan mengenai ketentuan-ketentuan perjanjian perkawinan.
“Dalam praktek pembuatan perjanjian kawin, yang saat ini kita batasi hanya harta benda dan kekayaan, notaris bersepakat bahwa perjanjian kawin tidak berlaku surut dan sebaiknya dibuat ketegasan dan setelah dibuat perjanjian kawin hutang- piutang yg dibuat oleh pasangan menjadi tanggung jawab pribadi,” jelasnya.
Selain membahas mengenai perjanjian kawin, webinar yang digelar pada Sabtu (5/3) juga menerangkan tentang kedudukan prosesi adat dalam perkawinan. Dr. Afnaini, S.H., M.Si mengatakan bahwa sebagai contoh adat perkawinan di Sumatra barat ada beberapa adat yang dipakai dan ini tidak mempengaruhi Sah nya sebuah perkawinan di mata hukum Islam di Indonesia. “Adat yang sering digunakan di masyarakat padang adalah bahwa pihak perempuan yang melamar pihak laki-laki, semakin tinggi derajat laki-laki di daerah Sumatera barat maka semakin banyak juga uang yang diberikan untuk pihak laki-laki dan itu tidak mempengaruhi sah nya perkawinan, tetapi akan menimbulkan sanksi sosial di daerah tersebut,” tuturnya. (*TIN)
Bagikan :